MENJAWAB LIMA KICAUAN “PECINTA BUKA BERSAMA LINTAS AGAMA” (Bag. 2)

untitled-scanned-30.jpg

Ketiga: Kesatuan NKRI dalam Kebhinnekaan

Pejuang bukber lintas agama yang kebetulan menjadi pejabat tinggi di Semarang ini beralasan acara tersebut sebagai wujud kesatuan yang sangat sesuai dengan semangat keIndonesiaan. “Mari kita kemudian bisa memahami hal-hal yang ada di sekitar kita ini dalam satu bingkai NKRI,” katanya. (kompas.com)

Lagi-lagi, nasionalisme kembali dijadikan alat legitimasi berbagai kegiatan lintas agama di masyarakat. Seakan jika ada yang menolak acara-acara semacam itu akan dipertanyakan sikap nasionalisme dan cinta tanah airnya. Anehnya, ketika rakyat Indonesia ditimpa berbagai bencana alam, peraturan-peraturan bernuansa Syari’ah berusaha dihapuskan, berbagai kasus mutilasi dan pemerkosaan brutal terjadi serentak, mereka pun banyak yang tidak tanggap. Dimana nasionalisme dan cinta tanah air mereka?

NKRI kita ini mayoritas penduduknya adalah umat Islam, dimana hak-haknya menjalankan agama secara baik sesuai aturan Islam harus dipenuhi oleh negara. Ingat, Indonesia bisa berjaya mengusir kaum imperialis Barat dan mencapai kemerdekaan juga karena darah umat Islam di Indonesia selama 350 tahun lamanya dalam perjuangan. Paham kebangsaan yang dimiliki bangsa Indonesia seharusnya mengakomodasi ajaran Islam yang benar, bukannya orang yang tegas dalam beragama dicap ‘sok Islamis’ dan ‘anti Pancasilais’.

Perlu direnungkan kata-kata salah satu ulama pejuang Indonesia KH. Saifuddin Zuhri, “Dihapuskannya 7 kata-kata dalam Piagam Jakarta itu boleh dibilang tidak “diributkan” oleh Ummat Islam, demi memelihara persatuan dan demi ketahanan perjuangan dalam revolusi Bangsa Indonesia, althans untuk menjaga kekompakan seluruh potensi nasional mempertahankan Proklamasi 17 Agustus 1945 yang baru berusia 1 hari. Apakah ini bukan suatu toleransi terbesar dari Ummat Islam Indonesia? Jika pada tanggal 18 Agustus 1945 yaitu tatkala UUD 1945 disahkan Ummat Islam “ngotot” mempertahankan 7 kata-kata dalam Piagam Jakarta, barangkali sejarah akan menjadi lain, tetapi segalnya telah terjadi. Ummat Islam hanya mengharapkan prospek di masa depan, semoga segalanya akan menjadi hikmah.”

Keempat: Yang penting Silaturrahminya, bukan Buka Puasanya

Demikian pernyataan salah satu pejuang bukber lintas agama lainnya. (cnn.com) Menurutnya, yang penting dari acara tersebut adalah silaturahmi antar pemeluk agama, bukan buka puasa yang dipermasalahkan.

Jika memang niat para pejuang bukber lintas agama ini hanya untuk menjalin silaturahmi, mengapa tidak dilakukan di selain waktu ibadah umat Islam? Mengapa harus dilaksanakan di waktu berbuka yang waktu mepet shalat Maghrib dan Isya’ serta Tarawih? Apalagi tempatnya berada di dalam gereja. Jelas hal ini sangat mengganggu kesempatan umat Islam melaksanakan ibadah.

Jika memang niatnya silaturahmi, alangkah lebih bijaknya jika dilakukan di waktu siang harinya, bukan di waktu umat Islam fokus melaksanakan ibadah. Apalagi di bulan Ramadhan sangat dianjurkan untuk memperbanyak ibadah dan amal shalih. Di tempat manapun juga, mayoritas umat Islam ramai menyibukkan diri dengan berbagai ibadah di bulan Ramadhan mulai setelah berbuka hingga rata-rata jam 21.00-22.00 seperti shalat Tarawih berjamaah, tadarrus Al-Quran, mendengarkan ceramah agama, dan lain sebagainya. Mengapa harus dipilih waktu itu untuk “menjalin silaturahmi” oleh para pejuang bukber lintas agama ini, apalagi tempatnya di dalam gereja dan terdapat berbagai rangkaian acara?
Marilah berpikir secara sehat dan cerdas, jangan selalu mengganggu kekhidmatan bulan Ramadhan dengan kegiatan aneh-aneh semacam itu. Apalagi seorang pastur yang ikut menyanyi dalam acara tersebut bilang, “Saya pandang semuanya positif, seperti yang saya nyanyikan dalam lagu, bagaimana tangan tuhan menuntun agar semakin banyak orang menerima berkah dan rahmat.” (www.islamnkri.com) Umat Islam mau menadah berkah dan rahmat dari siapa, dari Tuhan Yesus?!

Kelima: Cinta Persatuan Pengikut Agama Ibrahim

Ini adalah argumen pejuang bukber lintas agama yang paling jelas salahnya dan paling jelas pluralismenya. Islam dan Kristen bertemu dalam satu agama, yakni Agama Ibrahim (Abrahamic Religion). Al-Quran sudah menjelaskan berkali-kali bahwa Kristen telah mengalami penyimpangan akut sehingga tidak lagi diterima oleh Allah Ta’ala.

لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ [المائدة : 17]

“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata sesungguhnya Allah itu ialah Al-Masih putera Maryam.” (QS. Al-Maidah: 17)

لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ ثَالِثُ ثَلَاثَةٍ [المائدة : 73]

“Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan bahwasanya Allah salah seorang dari yang tiga, padahal sekali-kali tidak ada Tuhan selain dari Tuhan yang Esa.” (QS. Al-Maidah: 73)

وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ [آل عمران : 85]

“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, Maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Ali Imran: 85)
Nabi Ibrahim juga hanya memiliki satu agama yakni agama Islam, tidak Yahudi, Kristen, ataupun Paganisme.

مَا كَانَ إِبْرَاهِيمُ يَهُودِيًّا وَلَا نَصْرَانِيًّا وَلَكِنْ كَانَ حَنِيفًا مُسْلِمًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ [آل عمران : 67]

“Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik.” (QS. Ali Imran: 67)

Jadi, agama Islam tidak bisa disatukan dengan Kristen dan Yahudi dalam satu istilah Abrahamic Religion. Persatuan antar ketiga pemeluk agama tersebut juga tidak seharusnya bersinggungan dalam hal yang bersifat ibadah seperti buka puasa tersebut, apalagi jika di dalamnya terselubung makna pluralisme agama.

Epilog

Demikian beberapa tanggapan terhadap lima alasan yang dikemukakan para pejuang bukber lintas agama diatas. Marilah kita semua beragama yang benar dan sehat. Sangat tidak perlu mencampuradukkan kegiatan agama bersama dengan umat non-Muslim. Jika kalian memang peduli dengan Umat Islam, jagalah kekhidmatan dan ketenangan mereka memperbanyak ibadah di bulan Ramadhan, bukannya membuat “bola panas” di tengah umat Islam yang semakin memperbanyak daftar fitnah. Janganlah cinta kasih membuat kalian buta dengan kewajiban agama dan kondisi umat Islam sehingga membuat kalian suka mencari-cari masalah di depan publik semacam ini. Ingatlah, amal baik jika ditiru orang banyak maka akan jadi ladang pahala berlipat-lipat. Sebaliknya, amal buruk jika ditiru orang banyak akan menjadi jurang kehancuran tiada berujung bagi orang yang memulai dan juga yang mengikutinya. WaLlahu A’lam.

Satu komentar pada “MENJAWAB LIMA KICAUAN “PECINTA BUKA BERSAMA LINTAS AGAMA” (Bag. 2)”

Tinggalkan komentar