Arsip Kategori: Karya Syaikh Najih Versi Indonesia

MAU’IZHAH KH. MUHAMMAD NAJIH MAIMOEN PADA PERINGATAN HUT KEMERDEKAAN RI KE-77 17 AGUSTUS TAHUN 2022

Pada hari Selasa malam Rabu tanggal 19 Muharram 1444 H/16 Agustus 2022 M kemarin Syaikhina Muhammad Najih Maimoen memberi Mau’izhah Hasanah di hadapan para santri pada malam Peringatan HUT Kemerdekaan Republik Indonesia ke-77 di Pondok Pesantren Al-Anwar. Dalam kesempatan tersebut Abah Najih banyak membahas tentang makna kemerdekaan Indonesia sebagai anugerah dari Allah Ta’ala yang harus disyukuri dengan cara melakukan amalan yang baik dan meninggalkan tradisi yang buruk mulai dari diri kita sendiri. Berikut kutipan mau’izhah beliau yang ditayangkan pada akun Youtube resmi PP Al-Anwar dan Ribath Darusshohihain:

Kemerdekaan sebagai Anugerah Allah kepada Umat Islam

“Bertepatan dengan menjelang imtihan (ujian) pertama di MGS, AlhamduliLlah kita bisa bertemu disini dalam Peringatan HUT Kemerdekaan Indonesia ke-77. Ayah dan Mbah paling senang dengan angka 7, semoga dengan angka 7 ini kita mendapatkan kebahagiaan dunia akhirat. Amin. Tapi kalau kita ke Al-Quran pintu surga itu ada 8, kalau pintu neraka itu ada 7. WaLlahu A’lam.

Walhasil kita bersyukur kepada Allah atas kemerdekaan Indonesia karena dengan kemerdekaan kita dilepaskan oleh Allah dari kekuasaan Belanda dan Jepang. Dengan Perang Dunia ke-2 Jepang menyerang Amerika dan Sekutu bahkan menguasai Asia, ini merupakan satu mukadimah dari perubahan dunia. Akan tetapi Amerika mengebom Hiroshima dan Nagasaki itu bagaimana hukumnya genosida itu? Termasuk pelanggaran HAM atau tidak? Namun yang penting dengan adanya bom atom itu kita AlhamduliLlah bisa merdeka.

“Ndelalah meneh seingat saya konon dalam sejarah diterangkan bahwa Jepang dikehendaki Allah untuk memberi kesempatan merdeka kepada bangsa kita bahkan mendidik anak-anak muda kita supaya siap perang sampai kaum santri pun ikut dalam pendidikan perang tersebut lalu ada istilah laskar Hizbullah, Sabilillah, dst. Mbah Zubair sendiri punya pasukan Hizbullah yang membawahi 100 tentara dari daerah sekitar Rembang sampai Bojonegoro. Ini pengaturan Allah Ta’ala, luar biasa.”

Jadi kemerdekaan Indonesia sudah ditata oleh Allah untuk rahmat kepada kita umat Islam khususnya. Kok bisa sampai merdeka, padahal Jepang jahatnya bukan main tapi bisa baik dengan kita dan baik dengan kiai. Namun dulu kadang-kadang kaum santri disuruh melakukan seikerei atau menyembah Dewa Matahari. Mungkin saja hatinya berkilah, artinya tetap tidak ridha dengan hal tersebut dan hanya terpaksa.

Saudara-saudara sekalian. Kemerdekaan ini adalah nikmat yang sangat besar, walaupun kemerdekaan kita belum sempurna bahkan mungkin sampai sekarang. Hukum-hukum Belanda masih banyak bahkan ekonomi kita sekarang dijajah dan diatur-atur, namun AlhamduliLlah umat Islam walaupun tidak mulus urusan dunianya dengan banyak mendapatkan kezaliman dan seterusnya tapi kita tetap bisa shalat, zakat, puasa, dan lain-lain dan kita tetap mayoritas. Kita tetap tidak bisa dijadikan minoritas. Cuma yang jadi masalah masih banyak aliran-aliran sempalan walaupun kita Ahlussunnah menjadi mayoritas, bahkan kita yang mayoritas sendiri diajak untuk liberal seperti jaga gereja, ikut natalan, dan sebagainya. InnaliLlahi wa inna ilaiHi raji’un. Walhasil, kita husnuzzhan hati mereka kaum liberal tetap Islam dan mereka bertindak begitu untuk mencari uang. Tetapi menurut saya hal ini tetapi salah. Mencari uang kok pakai syirik? Ini bagaimana cari uang kok begitu caranya? Kenapa tidak bekerja, punya toko, sawah, menjadi kuli, jualan bakso, dan lain-lain seperti kebanyakan wali santri Pondok Al-Anwar? Sampeyan 95 persen itu dikirim uang oleh orang tua apa jam’iyyah? Orang tua digaji oleh jam’iyyah apa bekerja sendiri? Jadi urusan makan sampeyan lihat sendiri yang memberi makan itu Allah sebab bekerja itu anugerah dari Allah. Kita yang kaum kiai yang mengaku tidak bekerja ternyata tetap bekerja, bahkan kadang senang mengajar yang ada gajinya. Walaupun bisa dikilah tidak niat mencari gajinya namun niat mengajar, namun kenyataannya sekarang banyak yang suka mendapat gaji tetap. Buktinya senang mendapat gelar S1 atau S2.

Lha sekarang di Al-Anwar ada Ma’had Aly saya tetep pesen jangan niat untuk bekerja tapi niat mengajar. Sekarang mengajar di sekolah kalau tidak punya gelar katanya tidak bisa. Itu sebenarnya teror, padahal ini ilmu agama. Masa’ diukur dengan titel? Gelar itu kan untuk ilmu umum. Imam Nawawi tidak punya gelar tapi bisa menulis karangan yang besar-besar.”

“Mari Tinggalkan Tradisi yang Buruk!”

“Santri-santri yang saya cintai. AlhamduliLlah akan ada ikhtibar di MGS, tolong belajar yang rajin dan jangan sampe adat-adat yang buruk diteruskan. Kita katanya merdeka tapi masih jadi budak macam-macam. Budak organisasi, budak dunia, budak materi, dst. Penyakit santri dan kita semua ini adalah tradisi buruk pada diri kita susah dirubah khususnya menyontek. Jadilah orang yang idealis dan merdeka. Tidak menyontek dan tidak dicontek. Yang ruwet itu kalau tidak pernah belajar dan hadir di sekolah, namun ketika ikhtibar baru muncul. Inna liLlahi wa inna ilaiHi raji’un. Ini apa-apaan? Sekolah mana saja tidak ada yang begitu, lalu apa kata dunia? Atau dibuatkan sistim mengaji saja? tapi kita ini sekolah, hatta mengaji itu tidak begitu caranya. Walhasil tradisi yang buruk ini dihilangkan dan peganglah prinsip:

لَسْنَا وَإِنْ أَحْسَابُنَا كَرُمَتْ … يَوْمًا عَلَى الْأَحْسَابِ نَتَّكِلُ
نَبْنِيْ كَمَا كَانَتْ أَوَائِلُنَا … تَبْنِيْ وَنَفْعَلُ مِثْلَمَا فَعَلُوْا

Walhasil kalau mbah-mbah kita baik maka kita tinggal meneruskan, dan kalau mbah-mbah kita tidak mulia maka kita bangun kemuliaan itu pada diri kita. Mbah-mbah kita rajin mengaji maka kita meneruskan, dan kalau tidak maka kita yang memulai.

Memulai itu yang serius. Kalau ada orang buruk jangan dilihat apalagi ditiru. Laporkan saja ke ustadznya. Kalau nanti takut dipukul, ya dilaporkan lagi ke wali kelasnya. Kemarin ada ustadz baru yang menggantikan guru mengajar di kelas dan baca kitabnya salah-salah, terus ada murid pintar menghampiri ustadz ini dengan membawa sisa minumnya sambil berkata, “Ini sisa minumku minum Pak biar pinter.” Ini apa murid kok seperti itu? Kok tidak memaklumi ini ustadz baru? Mbuh santri darimana itu, malah bersikap memalukan.


Saudara-saudara sekalian. Saya pesan tradisi-tradisi yang buruk ini dibuang. Satu penyakit kita lagi adalah bangkong, suka tidur. Ini harus dihilangkan. Fahisyah dan maksiat dihilangkan. Mari kita bangun kemuliaan bagi kita sendiri, semoga bisa nular ke anak cucu dan murid-murid. Allahumma Amin.”

Bertahan dengan Ahlussunnah dan Pesantren

“Tadi Kiai Rouf berdoa agar pondok ini tetap seperti ini dan saya ikut bahagia, artinya pertahankan pendidikan kita ini yang asasnya kitab-kitab ulama berbahasa Arab dengan diberi makna Jawa dan keterangan berbahasa Indonesia sekadarnya. Ini penting sebab kemerdekaan itu adalah bukan milik satu kelompok. Bukan milik nasionalis saja tapi juga milik kaum agamis. Didalam BPUPKI ada unsur agamis, nasionalis, dst. AlhamduliLlah tanggal 17 masih ada 7 Kalimat yaitu Ketuhanan dengan Kewajiban Mengamalkan Syariat Islam bagi Pemeluknya, namun tanggal 18 sudah dihapus kemudian diganti Ketuhanan Yang Maha Esa. Dulu saya dengar ide ini dari Mr. Moehammad Roem, ada juga yang mengatakan ini dari Ki Bagoes Hadikoesoemo.

Pancasila sudah ada mulai zaman kuno yaitu zaman Majapahit. Kadang-kadang dinamai Pancadharma sama halnya dengan Moh Limo (Molimo) yaitu dilarang Madon, Mendem, Maling, Main, Madat (main perempuan, mabuk, mencuri, judi, narkoba). Lima perintah ini dihidupkan lagi oleh Sunan Ampel. Di zaman sebelum Sunan Ampel sebenarnya sudah ada dan telah jadi perekat dan pemersatu bangsa Indonesia, tapi kemudian di zaman modern saat persiapan kmerdekaan isinya diganti macam-macam. Pada tanggal 1 Juni 1945 yang dijadikan Hari Kelahiran Pancasila itu Soekarno menetapkan ketuhanan di paling belakang yaitu sila kelima, namun setelah digodok oleh BPUPKI kemudian dipindah di nomor satu, AlhamduliLlah.

Pokoknya di tanggal 18 Agustus Tujuh Kalimat dalam sila pertama itu dihapus dan kita yang kelompok Masyumi banyak yang kecewa, tapi AlhamduliLlah dihibur dengan diganti kalimatnya dengan Ketuhanan Yang Maha Esa. Mari kita pertahankan ini. Kita membela negara Indonesia artinya membela Tauhid. Kita niati begitu aja. Kita kaum santri ini juga punya keistimewaan tidak hanya meyakini Laa Ilaha illaLlahu (Tiada Tuhan selain Allah) tapi juga Muhammadun Rasulullah (Muhammad adalah utusan Allah), dengan Sifat-sifat Allah Yang Maha Sempurna dan sifat-sifat kemanusiaan Rasulullah ShallaLlahu ‘alaihi wa Sallama yang sempurna. Kita Ahlussunnah punya kepercayaan ini sedangkan yang lainnya tidak punya. Kita punya keyakinan atas sifat-sifat Wajib, Muhal, dan Jaiz. Bukan hanya sifat “Yg Maha Esa” tapi juga sifat-sifat lainnya seperti Wujud Qidam Baqa’ dst. Kalau di Pancasila hanya Wahdaniyah saja, itupun tidak dipraktikkan dan hanya simbol saja. Praktiknya mengizinkan agama-agama syirik berjalan di Indonesia. Kita sebagai santri bagaimana menyikapinya, padahal ini sudah kesepakatan negara kita? Negara ini adalah negara kebangsaan. Maka terpaksa kita terima ini meski hati kita tidak membenarkan secara agama tapi mungkin benar secara politik atau secara darurat, atau hanya mungkin bisa dibenarkan secara kasuistik. Kejadiannya begitu dan tidak bisa dielakkan. Kemerdekaan Indonesia milik orang banyak dan semua ingin mendapat jatah dan diakui.

Kematian Sayyidina Husain karena Ulah Syi’ah

Jadi kita ini punya agama dan keyakinan. Tadi disinggung ada aliran Syi’ah. Pada bulan Muharram ini biasanya mereka membuat peringatan terbunuhnya Sayyidina Husain dan mereka ingin menghidupkan peringatan tersebut. Akan tetapi kalau di Iran peringatan Karbala ini dilakukan dengan memukul-mukul badan.

Kita harus mengerti bahwa yang membuat gara-gara terbunuhnya Sayyidina Husain itu adalah Syi’ah sendiri. Sayyidina Husain sudah nyaman berada di Makkah saat utusan khalifah Yazid bin Muawiyah datang ke Madinah untuk memaksa orang Madinah berbaiat kepadanya. Sebelumnya Husain sudah pindah ke Makkah. Akan tetapi orang-orang Syi’ah Kufah terus-menerus mengirim surat kepada beliau agar mau menghadap kepada Yazid dan diangkat menjadi raja mereka. Mungkin orang Syi’ah Kufah ada yang bisa dukun atau pelet sehingga Sayyidina Husain bisa tertarik, padahal yang menasihati beliau banyak sekali agar tidak mengiyakan hasutan Syi’ah tersebut mulai dari Ibn Abbas, Ibn Umar, dst. Mereka mengingatkan bahwa ayah beliau dulu Sayyidina Ali sudah pernah tertipu dengan Syi’ah, dan mereka sebenarnya tidak mau membela Sayyidina Ali dan hanyak mengaku senang saja. Lalu mengapa Sayyidina Husain masih kesana? WaLlahu A’lam ini ada apa. Kita orang Jawa biasa di kanan kiri kita ada pelet. Apa di Kufah ada begitu juga? WaLlahu A’lam, itu sudah takdir Allah. Akhirnya Sayyidina Husain ke Kufah, namun sebelumnya beliau mengirim sepupunya Muslim bin Aqil lalu dibunuh oleh tentara Ubaidillah bin Ziyad. Sayyidina Husain lalu kesana sementara beliau belum tahu kalau utusan beliau sudah dibunuh. Aneh jika beliau sampai tidak tahu kabar tersebut. Akhirnya beliau dihadang banyak pasukan yang konon sampai ribuan, sedangkan beliau hanya bersama puluhan tentara. Itulah nasib seperti yang disampaikan dalam kitab al-Minah al-Makkiyyah bahwa Ahlul Bait dibuat begitu untuk meninggikan derajat mereka. Seumpama mereka ditakdirkan mulus khilafahnya dalam arti setelah Sayyidina Ali lalu diteruskan Sayyidina Hasan tanpa ada pengganggu lalu diteruskan Sayyidina Husain, mungkin mereka tidak ada yang mati syahid. ‘Ala kulli hal kita harus ridha dengan Qadla dan Qadar. Ini ada prinsip Ahlussunnah wal Jama’ah.

Sekarang di Youtube banyak channel yang sengaja membuat orang ragu-ragu. Kalau enam bulan kemarin isinya menjelek-jelekkan Islam seperti Syakur apalagi Muwafiq yang mengatakan Nabi Muhammad “rembes”, sekarang gerakan di Youtube adalah gerakan meragukan (tasykik). Ahlussunnah diragukan, mungkin Syi’ah yang benar. Sudah enak jadi orang Islam, tapi saat membahas Islam berkata mungkin Hindu Budha benar. Na’udzubilLah min dzalika. Sebabnya memang ada gerakan pluralisme, dan kalau sudah berpaham pluralisme itu pasti ragu.

Mari kita ditata, apalagi kita kaum santri yang biasa mengaji kitab dan mengaji ajaran Aswaja. Jika sekarang kadang-kadang kita ada pelajaran umumnya maka harus ditata. Pengetahuan agama itu untuk menenangkan hati, sedangkan pengetahuan dunia itu agar bisa bicara dengan orang sekarang. Lakukanlah prinsip:

عَلَى الْعَاقِلِ أَنْ يَكُوْنَ عَالِمًا بِأَهْلِ زَمَانِهِ، مَالِكًا لِلِسَانِهِ، مُقْبِلًا عَلَى شَأْنِهِ
Zaman yang banyak pengetahuan umumnya seperti ini harus bisa membicarakannya sedikit-sedikit supaya tidak kelihatan seperti orang dungu. Mengerti itu tidak mesti membenarkan. Memahami masalah bukan berarti membenarkan.

Saya ulangi lagi. Mari kita bersyukur bahwa kemerdekaan adalah anugerah dari Allah Ta’ala. Kita harus ingat bahwa negara kita adalah yang pertama kali di dunia saat itu yang memproklamasikan kemerdekaan. Sebelum Indonesia banyak negara yang ingin merdeka, tapi yang berani mempelopori adalah Indonesia. Adapun kenapa Indonesia paling lama dijajah karena penjajah pertama kali datang kesini, diajari oleh Illuminati. Indonesia sudah diincar dari dulu karena kaya raya. Orang Barat tahu itu seperti Portugis, Spanyol, bahkan Jepang. Yang dijajah hingga keterlaluan adalah kita. Cina dulu saja begitu, sampai ada utusan Cina yang sampai di Singosari lalu dipotong kupingnya oleh Jayakatwang. Kita ini negara yang masyhur, gemah ripah loh jinawe. Apalagi Sumatra dahulu banyak emasnya. Dahulu banyak emas dari Sumatra dipersembahkan ke Negara Islam, bahkan katanya ke Fir’aun. WaLlahu A’lam. Sekarang emas yang banyak berada di Papua yang sudah dikuasai negara Paman Sam. Semoga hak-hak kita ini dikembalikan oleh Allah kepada kita, Amin. Kita berdoa juga yang menggondol uang rakyat kemarin (Apeng) semoga uangnya cepat dikembalikan Allah Ta’ala untuk kesejahteraan Islam dan untuk ibadah. Tidak hanya membayangkan wanita saja. Belum tentu bisa bertanggung jawab, apalagi cari yang cantik. Dilupakan mksudnya. Umpamane melamun ya bayangkan saja semoga uang negara balik, syukur umpama sampeyan punya khodam yang bisa balikin uang tersebut lagi. Melamun kok yang tidak-tidak, malamnya tidak bisa tidur dan akhirnya bangkong (kesiangan).

Saya benar-benar berpesan, mari kita perbaiki mulai dari diri kita. Kalau mbah-mbah kita bagus maka kita teruskan kebaikan mereka. Kalau bangsa dan pemerintahan kita belum bisa baik maka mulailah dari diri kita. Kalau kita berbuat baik dan berusaha iman dan taqwa kepada Allah maka lingkungan kita akan ditata oleh Allah supaya dilancarkan iman dan takwa kita.” (*)

PENJELASAN KH. MUHAMMAD NAJIH MAIMOEN TENTANG KEWAJIBAN ZAKAT TERHADAP UANG KERTAS

Pada Kamis malam tanggal 14 Muharram 1444 H/11 Agustus 2022 M akun Youtube Ribath Darusshohihain menayangkan video pembahasan Syaikhina Muhammad Najih Maimoen tentang apakah uang kertas wajib dikeluarkan zakatnya atau tidak. Dalam video berdurasi sekitar 27 menit tersebut Abah Najih menjelaskan secara panjang lebar tentang wajibnya zakat uang kertas dengan menyertakan berbagai argumentasi dan ibarat atau referensi ilmiah dari kitab-kitab ulama tentang hal tersebut. Pernyataan Abah Najih tersebut disampaikan setelah membaca tulisan-tulisan dari majalah Sidogiri yang isinya dinilai sangat positif oleh beliau.
Sebelum masuk pembahasan zakat, Syaikh Muhammad Najih menyinggung tentang adanya informasi dari Machfud MD bahwa dikucurkan dana oleh PBB dan kroni-kroninya melalui kerjasama dengan United Nation Development Programme (UNDP) dan sebagai organisasi dibawah naungan PBB, United States Agency for Internation Development (USAID) sebagai lembaga dibawah naungan pemerintahan Amerika, dan kedubes Swedia agar LGBT disetujui dan dilegalkan di berbagai negara dunia dimana Indonesia mendapat dana 108 Miliar Rupiah (8 Juta US Dolar). Beliau sangat prihatin dan sangat ingkar dengan hal tersebut. (referensi: https://kumparan.com/kumparannews/mahfud-md-lgbt-dibayai-lembaga-pbb-undp, https://news.detik.com/internasional/d-3140618/undp-kucurkan-rp-108-m-untuk-dukung-lgbt-di-indonesia-dan-3-negara-asia)
Beliau juga menyinggung kasus pemaksaan seksual dari seorang tokoh atau gus dari salah satu pesantren di Jombang yang menggegerkan masyarakat beberapa waktu lalu. Beliau menyampaikan bahwa AlhamduliLlah pondok pesantren terhindar dari thariqah yang sesat. Sebagian tokoh Thariqah Shiddiqiyah mengingkari turunnya Nabi Isa ‘alaihi al-Salam, padahal dalam Hadits-hadits banyak dijelaskan. (referensi: https://www.youtube.com/watch?v=9adXWZI6TeI)
Beliau juga menyinggung pembahasan tentang ajaran Manunggaling Kawulo Gusti yang pernah disebut Mbah Hasyim dalam kitab beliau Risalah Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah:
ومنهم من قال بالحلول واإلتحاد، وهم جهلة المتصوفة، يقولون: إنه تعالى الوجود المطلق، وإن غيره لا يتصف بالوجود أصلا، حتى إذا قالوا: الإنسان موجود، فمعناه أن له تعلقا بالوجود المطلق، وهو الله تعالى.
“Diantaranya ahli bid’ah adalah kelompok Manunggaling Kawula Gusti (Wahdatul Wujud), dan mereka adalah kaum sufi yang bodoh-bodoh. Mereka mengatakan bahwa Allah adalah wujud yang mutlak dan selain Allah tidak memiliki wujud. Bahkan jika orang-orang mengatakan bahwa manusia itu ada, maka artinya adalah manusia memiliki kaitan dengan wujud yang mutlak yaitu Allah sendiri.” (KH. Hasyim Asy’ari, Risalah Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah, hlm. 12)
Menurut Abah Najih dari keterangan Mbah Hasyim diatas dapat disimpulkan bahwa Allah adalah sifat menurut penganut Wahdatul Wujud dan bukan berupa dzat. Inilah bahayanya mengatakan bahwa Allah itu sifat.
Setelah itu Syaikhina Najih mengomentari tentang hukum zakat uang kertas yang dibahas dalam majalah Sidogiri tersebut. Beliau berpendapat bahwa menghukumi tidak wajib mengeluarkan zakat uang kertas karena tidak termasuk kelompok harta wajib zakat dalam kitab-kitab Fiqh seperti dalam Taqrib itu tidak tepat atau kurang relevan. “Kita yang hidup di Timur Tengah menyaksikan sendiri orang-orang Makkah seperti Abuya Sayyid Muhammad Alawi dan teman-temannya melakukan zakat uang kertas,” tandas beliau.
Pernyataan Syaikhina Najih tentang uang kertas wajib dikeluarkan zakatnya didukung dengan beberapa referensi yang beliau sebutkan dalam video tersebut diantaranya sebagai berikut:
التقريرات السديدة: ص410
النقد هو الذهب والفضة ، وكذلك ما يقوم مقامهما الآن من الأوراق النقدية كالريال والدولار.
شرح الياقوت النفيس: ج 1 ص 397
ومثل النقدين البنكنوت العملة الورقية لأنها ينطبق عليها ما ينطبق على الذهب، بل بعضهم يفضلها على الذهب والفضة لخفة حملها وسهولة التعمل بها وتخزينها.
Dalam ibarat kitab diatas mengatakan zakat uang kertas hukumnya wajib. Memang dalam al-Yaqut al-Nafis diterangkan pula pendapat yang fanatik dengan kitab-kitab madzhab yang kuno dan tidak memandang pada sejarah bahwa zakat tersebut hukumnya tidak wajib. Padahal ini artinya menyenangkan orang-orang yang lemah imannya yang tidak ingin membayar zakat. “Ini bahaya karena berarti orang-orang hartanya miliaran tidak wajib zakat. Padahal di Amerika atau Eropa ada lembaga yang disebut foundation, dimana 10 persen dari hasil perusahaan diberikan untuk Kristen. Kalau kita tidak mau zakat, wakaf, atau sedekah, berarti kita lebih buruk dari mereka. Kristenisasi itu dilaksanakan dengan dukungan dana dari lembaga-lembaga foundation itu seperti Shimon Perez Foundation, Djarum Foundation, dll.

الفقه المنهجي : ج 2 ص 12
والمقصود بهما: الذهب، والفضة، سواء كانا مضروبين أو كانا سبائك ، كما أن المقصود بهما ما دخل تحت الملك حقيقة أو اعتباراً، أي سواء كان التعامل الفعلي بهما أو بأوراقٍ تقم مقامها، وتعتبر سندات ذات ضمانة ثابتة بدفع ما ارتبطت به من القيمة الحقيقية ، ذهباً أو فضة .
Dalam mausu’ah kuwaitiyyah juga ada:
الموسوعة الفقهية الكويتية : ج 23 ص 267-268
ج – زكاة الأوراق النقدية ( ورق النوط ) :
75 – إن مما لا شك فيه أن الزكاة في الأوراق النقدية واجبة ، نظرا لأنها عامة أموال الناس ورءوس أموال التجارات والشركات وغالب المدخرات ، فلو قيل بعدم الزكاة فيها لأدى إلى ضياع الفقراء والمساكين ، وقد قال الله تعالى : { وفي أموالهم حق للسائل والمحروم } (3) ولا سيما أنها أصبحت عملة نقدية متواضعا عليها في جميع أنحاء العالم ، وينبغي تقدير النصاب فيها بالذهب أو الفضة.
Zakat uang kertas ini diwajibkan berdasarkan pertimbangan bahwa pemakaian uang kertas di dunia modern sudah menjadi kesepakatan dunia, meski peralihan alat tukar dari emas dan perak ke uang kertas itu sebenarnya rekayasa Zionis tapi memang sudah menjadi bala’ yang umum (‘ammatun lil balwa).

فتاوى دار الإفتاء المصرية : ج 1 ص 146
السؤال: ما بيان حكم أوراق البنكنوت وأسهم الشركات والسندات هل تجب فيها الزكاة أو لا تجب؟
الجواب: إن الأصل فى وجوب الزكاة فى النقدين هو الذهب والفضة سواء أكانت مضروبة أو غير مضروبة ولما كانت أوراق البنكنوت التى يصدرها البنك الأهلى المصرى بضمانته مما يتعامل به الناس فى جميع معاملاتهم المالية من شراء وبيع وسداد ديون وغير ذلك من التصرفات التى يتعاملون بها فى الذهب والفضة المضروبة أى المسكوكة فإنها تأخذ حكمها وتعتبر نقودا تجب فيها زكاة المال كما تجب فى الذهب والفضة. والجزء الواجب إخراجه هو ربع عشرها بشرط توفر شروط وجوب الزكاة .
Menurut Abah Najih dulu di Mesir ada khilaf masalah bunga bank termasuk riba atau tidak pada zaman Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, atau Mahmud Syaltut pada tahun 40 atau 50-an, akan tetapi tahun 60-an para ulama Mesir berijma’ bahwa bunga bank itu haram. Namun setelah itu Ali Jumah melanggar ijma’ ulama Mesir tersebut.
مجلة مجمع الفقه الإسلامي: ج 3 ص 783
1- الزكاة والأوراق المالية :
تجب الزكاة على الأوراق النقدية بالإجماع ، وليس على قول من يقول بوجوب الزكاة على الدين فقط؛ لأنها ليست سندات دين، وإنما هي في حكم الفلوس النافقة ، والفلوس النافقة في حق الزكاة كعروض التجارة، تجب عليها الزكاة إذا بلغت قيمتها نصاب الفضة.
ijma’ yang dimaksud diatas adalah ijma’ ulama al-Azhar Mesir Azhar sekitar tahun 1957.
Dalam fiqih islami karanga syekh wahbah zuhaili:
الفقه الإسلامي وأدلته :ج 3 ص 195
سادساً ـ زكاة الأوراق النقدية:
الأوراق النقدية والنقود المعدنية: هي التي يتم التبادل بها بدلاً عن الذهب والفضة، وتعد بمثابة حوالة مصرفية على المصرف المركزي للدولة بما يعادلها ذهباً من الرصيد الذهبي المخزون الذي يغطي العملة المتداولة، إلا أن أغلب الدول حرمت التعامل بالذهب، فلم تعد تسمح بسحب الرصيد المقابل لكل ورقة نقدية أو نقد معدني مصنوع من خلائط معدنية معينة كالبرونز والنحاس وغيرهما، حفاظاً على الرصيد الذهبي في خزانة الدولة. وبما أن هذا النظام ظهر حديثاً بعد الحرب العالمية الأولى، فلم يتكلم فيه فقهاؤنا القدامى، وقد بحث فقهاء العصر حكم زكاة هذه النقود الورقية (1) ، فقرروا وجوب الزكاة فيها عند جمهور الفقهاء (الحنفية والمالكية والشافعية)؛ لأن هذه النقود إما بمثابة دين قوي على خزانة الدولة، أو سندات دين، أو حوالة مصرفية بقيمتها ديناً على المصرف.
ولم ير أتباع المذهب الحنبلي الزكاة فيها حتى يتم صرفها فعلاً بالمعدن النفيس (الذهب أو الفضة) قياساً على قبض الدين.
والحق وجوب الزكاة فيها؛ لأنها أصبحت هي أثمان الأشياء، وامتنع التعامل بالذهب، ولم تسمح أي دولة بأخذ الرصيد المقابل لأي فئه من أوراق التعامل، ولا يصح قياس هذه النقود على الدين؛ لأن هذا الدين لا ينتفع به صاحبه وهو الدائن، ولم يوجب الفقهاء زكاته إلا بعد قبضه لاحتمال عدم القبض، أما هذه النقود فينتفع بها حاملها فعلاً كما ينتفع بالذهب الذي اعتبر ثمناً للأشياء، وهو يحوزها فعلاً، فلا يصح القول بوجود اختلاف في زكاة هذه النقود. والقول بعدم الزكاة فيها لاشك بأنه اجتهاد خطأ؛ لأنه يؤدي في النتيجة البينة ألاّ زكاة على أخطر وأهم نوع من أموال الزكاة، فيجب قطعاً أن تزكى النقود الورقية زكاة الدين الحالّ على مليء، كما هو المقرر لدى الشافعية، ويجب فيها ربع العشر (2.50%). …
Ada yang mengqiyaskan uang kertas dengan utang, semisal A memberi hutang kepada B senishab zakat maka pemberi hutang wajib zakat. Namun Menurut Syaikh Wahbah al-Zuhaili seperti keterangan diatas tidak bisa krna pemberi hutang tidak bisa memanfaatkan hutang sedangkan uang kertas bisa dimanfaatkan.
Selanjutnya nishab zakat uang kertas tersebut berapa? Lanjut keterangan Syaikh Wahbah diatas, nishabnya adalah harga dari 85 gram emas. Ada yang berpendapat emas yang dijadikan ukuran adalah emas 18 karat, ada yang berpendapat 21 karat, dsb. Adapun dalam kitab al-Fiqh al-Manhaji nishabnya diukur dengan harga emas paling murah. Kalau dihitung kasar maka nishabnya sekitar 45 hingga 50 juta Rupiah, maka wajib zakat.
Selanjutnya apakah pembayaran zakat uang kertas ini wajib menunggu setahun (haul)? Ada ulama yang berpendapat menunggu 1 tahun seperti emas perak, ada juga yang berpendapat jika sudah punya uang satu nishab langsung dibayar zakatnya supaya tidak lupa atau bingung.
Sekarang orang yang menitipkan uangnya di bank apakah bunganya juga wajib zakat? Dalam al-Fiqh al-Islamiy dikatakan tidak wajib.
الفقه الإسلامي وأدلته: ج 3 ص 201
أما المال الحرام كالمغصوب والمسروق ومال الرشوة والتزوير والاحتكار والغش والربا ونحوها، فلا زكاة فيه، لأنه غير مملوك لحائزه، ويجب رده لصاحبه الحقيقي، منعاً من أكل الأموال بالباطل، فإن بقي في حوزة حائزه وحال عليه الحول، ولم يرد لصاحبه، فتجب فيه زكاته، رعاية لمصالح الفقراء.
Namun justru bunga itu karena milik orang banyak dan sulit dikembalikan kepada pemiliknya yang begitu banyak maka harus diberikan kepada kemaslahatan umum dengan niat shadaqah dari pemilik bunga tersebut.
Kemudian Abah Najih membahas tentang tentang membayar zakat dengan uang. Madzhab yang membolehkan membayar zakat dengan uang adalah madzhab Hanafi dan satu riwayat dalam madzhab Hanbali, sedangkan yang tidak memperbolehkan adalah madzhab Syafi’i, Maliki, dan satu riwayat dalam madzhab Hanbali. Uang zaman dulu berupa emas dan perak namun sekarang uang kertas menempati posisi emas dan perak, maka berarti wajib zakat dan bisa terjadi riba. Jika dikatakan tidak ada ada riba dalam uang kertas berarti sekarang praktik riba tidak ada sama sekali, padahal zaman modern praktik riba lebih banyak. Kita tetap mengharamkan bunga bank, akan tetapi bagi yang memiliki rekening karena darurat atau sangat membutuhkan ketika ada bunga maka harus diberikan kepada kemaslahatan umum atau pada fakir miskin bukan atas nama sedekah yang mempunyai rekening namun dari yang memiliki uang tersebut.
Sedangkan barang dagangan itu zakatnya dibayar dengan uang menurut tiga madzhab dan dengan barang dagangan menurut madzhab Hanafi. Syaikhina Najih sendiri bercerita bahwa pendapat Hanafi tersebut beliau amalkan juga melihat kebiasaan orang Makkah banyak yang seperti itu. Beliau bercerita bahwa saat bulan Ramadlan banyak orang memberi kain kepada Abuya Sayyid Muhammad Alawi al-Maliki atas nama zakat barang dagangan. Abah Najih saat mengeluarkan zakat barang dagangan sebagiannya berupa barang dagangan tersebut meski yang banyak tetap dibayar dengan uang.
Selanjutnya, tentang hal yang bisa digunakan untuk membayar zakat fitrah dalam madzhab Maliki adalah makanan dari enam biji-bijian. Dalam madzhab Hanafi zakat fitrah hanya terkhusus empat komoditas saja yaitu gandum jelek (sya’ir), gandum bagus (hinthah), kurma, dan anggur kering. Dalam madzhab Syafi’i zakat fitrah itu berupa makanan pokok daerah tersebut. Adapun dalam madzhab Hanbali zakat fitrah dikeluarkan dari empat jenis makanan diatas, jika tidak ada maka dari makanan pokok daerah tersebut. Ini pendapat yang tengah-tengah.
Sedangkan tentang ukuran zakat fitrah, menurut Syaikh Ali Jum’ah dari madzhab Hanafi kadar 1 sha’ adalah 3,2 kg dan menurut jumhur ulama adalah 2,4 kg. Di Indonesia ukuran zakat fitrah rata-rata adalah 2,5 kg dengan mengambil pendapat tengah-tengah antara madzhab Hanafi dan Syafi’i. Adapun menurut Habib Zein 1 sha’ adalah 2,7 kg. Jika memang ada orang membayar zakat fitrah dengan uang yang diperbolehkan dalam madzhab Hanafi maka harus membayar uang sesuai ukuran sha’ dalam madzhab tersebut yaitu 3,2 kg untuk menghindari talfiq karena yang sudah kadung terlaksana di masyarakat ada yang membayar dengan uang seperti Hanafi namun nishabnya masih 2,5 kg seperti Syafi’i. WaLlahu A’lam. (*)

PENJELASAN ILMIAH SYAIKHINA KH. MUHAMMAD NAJIH MAIMOEN TERKAIT USTADZ, KIAI, MADRASAH-MASJID PENERIMA ZAKAT

MENJAWAB PROBLEMATIKA USTADZ, KIAI, MADRASAH DAN MASJID MENERIMA ZAKAT

*Disarikan dari mutiara kalam Syaikhina KH. Muhammad Najih Maimoen حفظه الله*

Bismillahirrahmanirrahim, AlhamduliLlahi Rabbil ‘alamin, kaum Muslimin di Indonesia telah diberikan kenikmatan dapat melaksanakan ibadah puasa dan lainnya di bulan Ramadlan tahun 2022 ini. Meski harga-harga komoditas pokok masyarakat sejak masuk awal Ramadlan hingga Idul Fitri kali ini seperti minyak goreng, BBM, beras, sayuran, dan masih banyak lagi kian meroket, namun tidak menyurutkan semangat dan antusias masyarakat dalam meramaikan bulan Ramadlan dan hari raya Idul Fitri yang dimuliakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala tersebut.

Serba-serbi Ramadlan dan Idul Fitri, termasuk rangkaian ibadah yang dilakukan oleh kaum Muslimin setelah melaksanakan puasa sebulan penuh di bulan Ramadlan adalah melaksanakan zakat fitrah. Telah diketahui secara umum bahwa zakat fitrah hukumnya wajib bagi seluruh orang Islam yang memiliki kelebihan harta bagi dirinya dan orang yang dia wajib nafkahi pada hari dan malam raya Idul Fitri. Namun yang masih menjadi perbincangan publik adalah siapa saja mustahiq yang berhak menerima zakat fitrah tersebut.

Syaikh Muhammad Najih Maimoen ikut memberikan atas pertanyaan klasik apakah didalam zakat fitrah ada mustahiq dari jalur fi sabilillah yang memasukkan para kiai, ustadz, masjid, mushola, madrasah, dsb. Beliau menjawab bahwa fi sabilillah tidak ada dalam zakat fitrah (badan) namun adanya pada zakat harta (mal).

Tentang makna fi sabilillah sendiri ada beberapa pendapat dalam Madzhab Empat. Dalam madzab Syafi’i dalam zakat mal fi sabilillah dimaknai sebagai al-ghuzah al-mutathawwi’un yakni orang-orang yang angkat senjata secara sukarela dan tidak mendapatkan jatah dalam fai’ atau uang negara Islam.

أسنى المطالب في شرح روض الطالب – ث – (1 / 398)
الصِّنْفُ السَّابِع في سَبِيلِ اللَّهِ وفي نُسْخَةٍ سَبِيلُ اللَّهِ بِتَرْكِ في وَهُمْ الْغُزَاةُ الْمُتَطَوِّعُونَ أَيْ الَّذِينَ لَا رِزْقَ لهم في الْفَيْءِ فَيُعْطَوْنَ وَإِنْ أَيْسَرُوا وفي نُسْخَةٍ وَلَوْ أَغْنِيَاءَ لِعُمُومِ الْآيَةِ وَإِعَانَةً لهم على الْغَزْوِ

الحاوى الكبير ـ الماوردى – دار الفكر – (8 / 1294)
والضرب الثاني : هم أهل الصدقات وهم الذين لا أرزاق لهم إن أرادوا غزوا وإن لم يريدوا قعدوا وقد سماهم الشافعي أعرابا فهم غزاة أهل الصدقات يجوز أن يعطوا منها مع الغنى والفقر .

Dalam mazhab Malik ada pendapat bahwa fi sabilillah dimaknai sebagai orang-orang yang mengajar agama dan tidak mendapatkan jatah dari negara atau mendapatkannya namun sedikit sekali semisal setahun sekali atau dua kali seperti di negara kita Indonesia.

شرح خليل للخرشي – (6 / 371)
( قَوْلُهُ : الْفَقِيهُ ) أَيْ : يُدَرِّسُ ، أَوْ يُفْتِي أَيْ : إذَا كَانُوا يُعْطَوْنَ مِنْ بَيْتِ الْمَالِ وَإِلَّا فَيُعْطَوْنَ ، وَيُعْطَى الْفَقِيهُ وَلَوْ كَثُرَتْ كُتُبُهُ حَيْثُ كَانَ فِيهِ قَابِلِيَّةٌ وَإِنْ لَمْ تَكُنْ فِيهِ قَابِلِيَّةٌ لَمْ يُعْطَ إلَّا أَنْ تَكُونَ كُتُبُهُ عَلَى قَدْرِ فَهْمِهِ وَقَوْلُهُ ، وَالْإِمَامُ أَيْ : إمَامُ مَسْجِدٍ أَيْ : حَيْثُ أُجْرِيَ رِزْقُهُمْ مِنْ بَيْتِ الْمَالِ وَإِلَّا أُعْطُوهَا كَمَا فِي عب

Dalam mazhab Ahmad ada sebagian ulama mengatakan bahwa fi sabilillah dimaknai sebagai munqathi’ul hajji atau orang yang terputus hajinya karena tidak punya uang misalnya orang yang sudah mendaftar haji namun belum jadi berangkat karena tidak dapat melunasi. Jadi hanya itu aja.

كشاف القناع – ث – (2 / 284)
( والحج من السبيل نصا ) روي عن ابن عباس وابن عمر لما روى أبو داود أن رجلا جعل ناقة في سبيل الله فأرادت امرأته الحج فقال لها النبي صلى الله عليه وسلم اركبيها فإن الحج من سبيل الله ( فيأخذ إن كان فقيرا ) من الزكاة ( ما يؤدي به فرض حج أو ) فرض ( عمرة أو يستعين به فيه ) أي في فرض الحج والعمرة لأنه يحتاج إلى اسقاط الفرض.

Adapun zakat mal untuk pembangunan masjid, pondok, rumah sakit, sekolah, dsb  tidak diperbolehkan.
إعانة الطالبين – (2 / 192)
( قوله وعمارة نحو مسجد ) أي إنشاء أو ترميما فإن استدان لذلك أعطى ولا يجوز دفع الزكاة لبناء مسجد ابتداء كما في الكردي وسيذكره الشارح قريبا

شرح مختصر خليل – ث – (2 / 219)
( ص ) لا سور ومركب ( ش ) يعني أن الزكاة لا يجوز عمل سور منها ولا مركب على المشهور ومثل السور والمركب : الفقيه والقاضي والإمام قال في الجلاب ولا يجوز صرف شيء من الصدقات في غير الوجوه المبينة : من عمارة المساجد أو بناء القناطر أو تكفين الموتى أو فك الأسارى أو غير ذلك من المصالح

Adapun hukum kebolehan tersebut hanya disebutkan dalam beberapa kitab tafsir seperti dalam Tafsir al-Munir karangan Syaikh Nawawi Banten yang menukil dari al-Tafsir al-Kabir karya Fakhruddin al-Razi, bahwa sebagian mufasir meriwayatkan pendapat dari imam al-Qaffal bahwa yang dimaksud fi sabilillah adalah subulul khair (kepentingan baik). Akan tetapi kutipan ini tidak mu’tamad (kredibel) sama sekali karena Imam Qaffal itu madzhabnya Syafi’i dan sebagian mufasir yang meriwayatkan pendapat Qaffal tersebut tidak diketahui siapa sehingga qaul tersebut sama sekali tidak bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Dan qoul ini yang digunakan oleh orang-orang modern seperti Muhammadiyah, Rasyid Ridla, dan Musthafa Imarah dalam ta’liqan kitab Jawahir al-Bukhari, jadi pendapat ini murni dari pribadi Musthafa Imarah bukan dari Imam al-Qustullani sebagaimana dipersepsikan.

*Namun dalam benak pribadi Syaikhina Muhammad Najih Maimoen –bukan sebagai fatwa– bahwa di zaman modern ini dimana umat Islam tidak punya negara Islam, maka sudah seharusnya kita membantu pembangunan masjid-masjid yang terbengkalai, apalagi guru-guru agama yang tidak mendapat jatah dari pemerintah, namun tidak boleh dari zakat fitrah. Bisa melalui zakat mal namun pakai hilah  hukum sebagaimana keterangan guru kami Abuya Sayyid Muhammad Alawi al-Maliki bahwa panitia pembangunan masjid itu distatuskan sebagai gharimin, karena menanggung urusan hutang untuk pembangunan masjid, atau diposisikan sebagai faqir-miskin, namun pendistribusiannya harus benar-benar untuk kepentingan masjid, bukan masuk ke kantong pribadi*

Perlu diketahui, madzhahibul Arba’ah berbeda pendapat terkait mashraf (tempat pendistribusian) zakat Fitrah. Golongan Syafi’iyah, Hanafiah, dan Hanabilah sepakat bahwa zakat fitrah juga diberikan kepada selain faqir miskin dari golongan yang delapan. Menurut malikiyyah dan riwayat lain dari hanabilah; zakat fitrah hanya boleh diberikan kepada faqir miskin saja, tidak boleh diberikan kepada selain faqir miskin.
Dalam Kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah juz 23 halaman 344 :

مصارف زكاة الفطر :
اختلف الفقهاء فيمن تصرف إليه زكاة الفطر على ثلاثة آراء : ذهب الجمهور إلى جواز قسمتها على الأصناف الثمانية التي تصرف فيها زكاة المال
وذهب المالكية وهي رواية عن أحمد واختارها ابن تيمية إلى تخصيص صرفها بالفقراء والمساكين.
وذهب الشافعية إلى وجوب قسمتها على الأصناف الثمانية ، أو من وجد منهم

مجلة البحوث الإسلامية – (62 / 337)المبحث التاسع : مصرف زكاة الفطر
اختلف الفقهاء في مصرف زكاة الفطر . فقال الحنفية والشافعية والحنابلة في القول الراجح : إن مصرفها مصرف زكاة المال ، فيجوز صرفها إلى الأصناف الثمانية المذكورين في قوله تعالى : { إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَاِبْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ } (1)
بل إن الشافعية أوجبوا قسمتها على الأصناف الثمانية إذا وجدوا ، وإذا لم يوجدوا فعلى الموجود منهم ،
ولم يشترط الحنفية والحنابلة استيعاب جميع الأصناف أو الموجود منهموإنما جوزوا صرفها حتى إلى صنف واحد من تلك الأصناف الثمانية
وقال المالكية والحنابلة في القول الآخر : إن زكاة الفطر خاصة بالفقراء والمساكين ، وليست عامة في جميع مصارف زكاة المال ، فلا يجوز دفعها إلى غير الفقراء والمساكين.

Tentang amil dalam zakat fitrah, Syaikhina Abah Najih juga menegaskan bahwa dalam konteks keindonesiaan, para pemungut dan penyalur zakat fitrah lebih tepatnya disebut wakil bukan amil, sebab Amil Zakat resmi adanya itu dalam zakat mal, bukan zakat fitrah, sebagaimana BAZNAS atau Lembaga sejenis yang diangkat oleh pemerintah, akan tetapi amil berhak menerima zakat pun harus disesuaikan dengan beban kerjanya (ujrah misil) dan tidak boleh lebih dari itu. Jadi, ustadz, atau kiai yang menerima zakat mestinya langsung disalurkan ke fuqara-masakin. Karena memang Kiai dan ustadz tersebut statusnya hanya wakil saja jika keduanya kaya, namun kalau keduanya  faqir-miskin, maka ia bisa berstatus wakil sekaligus mustahiq, Wallahu A’lam.

KRITIK TERHADAP PERNYATAAN-PERNYATAAN KONTROVERSIAL ABDUL SYAKUR YASIN (BUYA SYAKUR)

Muqaddimah

Umat Islam hingga kini masih selalu diganggu dengan propaganda “sepilis” (sekularisme, liberalisme, pluralisme) yang terus-menerus dipaksakan masuk kedalam ajaran Islam. Dengan gelontoran dana yang menggiurkan dan iming-iming pangkat dan popularitas, agenda liberalisasi Islam ini menjadi “artefak mati” yang sudah lama dibongkar kesalahan dan kesesatannya namun tetap saja disuarakan secara massif.

Yang lebih disayangkan lagi, virus ini telah lama menjangkiti tubuh organisasi NU sehingga banyak oknum-oknumnya yang secara sistimatis dan masif ikut mendakwahkan liberalisme dan pluralisme di dunia akademik, pesantren, dan juga masyarakat lewat pengajian-pengajian umum dan sebagainya. Ini jelas sekali merusak ajaran NU yang komitmen dengan Ahlussunnah wal Jama’ah, mencoreng nama NU di kalangan umat Islam secara luas, dan tidak jauh jika dikatakan sebagai pengkhianatan terhadap Hadlratussyaikh Hasyim Asy’ari dan ulama sesepuh pendahulu.

Beberapa waktu terakhir ini ramai kalangan membincangkan tentang sosok Abdul Syakur Yasin atau yang dikenal dengan Buya Syakur. Dia dikenal dengan pernyataan-pernyataan kontroversial yang berbau liberalis, pluralis, dan Syi’ah dalam berbagai ceramahnya. Yang terakhir membuat heboh adalah ceramahnya bertajuk “Moderasi Beragama” saat diundang oleh Menag dan Mabel Polri pada 01 Juni 2021 kemarin. Berikut pernyataan-pernyataan Abdul Syakur Yasin (selanjutnya disingkat ASY) yang sarat ideologi liberal, pluralis, dan Syi’ah beserta analisis dan bantahan ilmiah terhadapnya.

Nabi Muhammad ShallaLlahu ‘alaihi wa Sallama tidak pernah merasa benar dengan agamanya dan tidak yakin diri beliau masuk surga.

Ini merupakan penyesatan terhadap Nabi Muhammad ShallaLlahu ‘alaihi wa Sallama seakan beliau sendiri ragu terhadap kenabian beliau sendiri. Ini jelas tidak mungkin terjadi karena menyalahi sifat shidq yang merupakan sifat wajib bagi nabi dan rasul. Tidak pernah ada sejarah mengatakan nabi atau rasul meragukan wahyu yang diterima dari Allah Ta’ala. Dalam Al-Quran Rasulullah ShallaLlahu ‘alaihi wa Sallama mengatakan agama Islam adalah ajaran kebenaran. Allah Ta’ala berfirman:

وَقُلْ جَاءَ الْحَقُّ وَزَهَقَ الْبَاطِلُ إِنَّ الْبَاطِلَ كَانَ زَهُوقًا [الإسراء : 81]

“Katakanlah: Telah datang kebenaran (Islam) dan lenyaplah kebatilan (syirik). Sungguh kebatilan telah lenyap.” (QS. Al-Isra’: 81)

Ucapan ASY diatas juga merupakan pelecehan terhadap Rasulullah ShallaLlahu ‘alaihi wa Sallama karena menuduh beliau ragu dengan ajaran yang diturunkan oleh Allah Ta’ala, padahal nabi-nabi sebelumnya tidak dituduh meragukan ajarannya oleh ASY sehingga akibatnya Rasulullah ShallaLlahu ‘alaihi wa Sallama dianggap lebih rendah kedudukannya dari nabi-nabi yang lain. Ini jelas menyalahi ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah (baca: NU) bahwa Nabi Muhammad ShallaLlahu ‘alaihi wa Sallama adalah pimpinan para nabi dan rasul dan merupakan utusan Allah bahkan makhluk Allah yang paling utama.

Syaikh Ibrahim al-Laqqani dalam nazham Jauharah al-Tauhid yang menjadi kitab standar ilmu Kalam/Tauhid di pesantren-pesantren NU/Aswaja mengatakan:

وأفضل الخلق على الإطلاق # نبينا فمل عن الشقاق
والأنبيا يلونهم في الفضل # وبعدهم ملائكة ذي الفضل

Dia mutlak makhluk paling utama # Nabi kita, menghindarlah dari beda
Nabi-nabi mendekati utamanya # setelahnya malaikat yang mulia

Tuduhan ASY bahwa Nabi Muhammad tidak yakin dirinya masuk surga juga bertentangan dengan hadits-hadits, bahkan Rasulullah ShallaLlahu ‘alaihi wa Sallama sendiri yang mengatakan dialah yang pertama kali membuka pintu surga. Diantaranya adalah hadits riwayat Anas bin Malik:

آتى باب الجنة يوم القيامة فأستفتح فيقول الخازن من أنت قال فأقول محمد. قال يقول بك أمرت أن لا أفتح لأحد قبلك

“Saya mendatangi pintu surga di Hari Kiamat lalu saya mengetuknya. Malaikat penjaga surga berkata, “Siapa Anda?” Saya menjawab, “Muhammad.” Lalu malaikat menjawab, “Saya diperintahkan untuk tidak membukakan pintu surga kepada seorangpun sebelum Anda.” (HR. Muslim)

أنا أول من يقرع باب الجنة

“Saya adalah yang pertama kali membuka pintu surga.” (HR. Muslim)

Jadi tuduhan ASY diatas jelas hanya imajinasi liar tanpa dasar karena keblinger dengan omongan kaum orientalis pemuja pluralisme agama di Barat dan kaum IsNus (Islam Nusantara) ala Gus Dur dan Said Aqil.

Kalimat “tauhid” adalah kalimat persatuan, bukan Laailaha illaLlahu.

Ucapan ASY ini sama dengan ucapan Said Aqil beberapa tahun lalu bahwa kalimatun sawa’ yang ada di Al-Quran dimaknai sebagai Bhinneka Tunggal Ika, bukan kalimat syahadat. Inti ucapan ini adalah apapun agamanya selama mementingkan persatuan dan kesatuan maka dia telah masuk dalam kalimat tauhid. Ini jelas ucapan yang keliru dan menyesatkan. Di dalam Al-Quran gamblang sekali dijelaskan bahwa yang dimaksud kalimatun sawa’ adalah tidak menyembah selain Allah. Allah Ta’ala berfirman:

قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلَّا نَعْبُدَ إِلَّا اللَّهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ [آل عمران : 64]

“Katakanlah: Wahai Ahli Kitab. Bergegaslah menuju kalimat yang sama antara kami dan kalian yaitu tidak menyembah selain Allah, tidak menyekutukan-Nya dengan apapun, dan tidak mengambil sebagian dari kita sebagai tuhan selain Allah.” (QS. Ali Imran: 64)

Dalam ayat ini disampaikan bahwa Ahli Kitab diajak menuju kalimat persatuan yakni kalimat Tauhid Laailaha illaLlahu. Ini adalah kalimat persatuan manusia mulai zaman Nabi Adam ‘alaihi al-Salam, yakni ajakan kepada seluruh umat manusia untuk bersatu menyembah hanya kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya. Hanya saja Syari’ahnya yang berbeda-beda dan Islam yang dibawa Rasulullah ShallaLlahu ‘alaihi wa Sallama sebagai penutup dan penyempurna.

Bahwa kalimat Laailaha IllaLlahu jadi kunci surga tidak masuk akal.

Ucapan ASY diatas memperlihatkan keraguan tanpa dasar terhadap hadits-hadits Rasulullah ShallaLlahu ‘alaihi wa Sallama, seakan yang baginya tidak masuk akal tidak akan diterima meski haditsnya Shahih atau Hasan. Ini adalah pengaruh orientalis Kristen dan Barat yang suka bertindak sama seperti ini. Padahal hadits-hadits bahwa orang yang telah mengucapkan kalimat Laailaha IllaLlahu masuk surga itu diriwayatkan dalam Kutubussittah.

Ini juga merupakan pelecehan Rasulullah ShallaLlahu ‘alaihi wa Sallama karena menganggap beliau bodoh karena mengungkapkan hal-hal fiktif dan tidak rasional. Jika dia beranggapan kok sebegitu mudahnya orang bisa masuk surga hanya dengan kalimat saja, maka Syaikhina Muhammad Najih menjawab:

“Orang ketika akan meninggal bisa baca Laailaha IllaLlahu itu orang hebat, dalam arti sebelum dia mengucapkan itu telah melakukan amal-amal yang hebat seperti istiqamah shalat, zakat, puasa, dll, imannya kuat dan merasa dosa ketika meninggalkan shalat, dan sebagainya. Kalau tidak punya iman yang hebat, akan sukar mengucapkan Laailaha IllaLlahu. Makanya Walisongo dan ulama-ulama kita dahulu mengajarkan tahlilan supaya ketika kita mau mati bisa mengucapkan lailaha illallah. Jadi jika dalam thariqah-thariqah ada amalan memperbanyak bacaan lailaha illallahu itu supaya kita husnul khatimah, disamping maknanya diperdalam lagi yakni kita tidak punya Tuhan selain Allah dan selain Allah jangan dituhankan, didewakan, diandalkan, dan dicintai. Kedua adalah nabi Muhammad ShallaLlahu ‘alaihi wa Sallama karena beliau adalah wasilah (lantaran) bagi kita hingga bisa berislam dan beriman. Bukan orang NU itu, namun selundupan yang dibesar-besarkan karena dia mbahnya Islam Nusantara. Seirama, seide, dan kadernya Gus Dur.”

Islam itu belum sempurna dan tidak pernah sempurna.

Ini jelas menyalahi ayat Al-Quran:
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا [المائدة : 3]
“Hari ini Aku telah menyempurnakan agama kalian, melengkapi nikmat-Ku untuk kalian, dan meridlai Islam sebagai agama kalian.” (QS. Al-Maidah: 3)

Ucapan ASY tersebut sama dengan ucapan tokoh Islam Liberal Nurcholis Madjid yang dipengaruhi filsafat Yunani dan Kristen abad Pertengahan bahwa Islam tidak akan pernah jadi (being) dan akan terus selalu menjadi (becoming), sehingga ini menjadi pintu gerbang untuk melakukan perombakan terhadap ajaran-ajaran Islam yang tidak sesuai perkembangan zaman hingga hal-hal yang sifatnya ma’lumun bi dlarurah. Padahal pemikiran seperti ini telah lama merusak teologi Kristen, dan sekarang ingin diarahkan untuk merusak Islam. Na’udzubiLlah min dzalika.

Setelah wafatnya Nabi Muhammad ShallaLlahu ‘alaihi wa Sallama ada konflik berdarah antara Abu Bakar dan Ali hingga menjadi pertumpahan darah sampai saat ini.

Ini pernyataan yang keliru karena tidak pernah ada pertumpahan darah saat pelantikan Abu Bakr menjadi khalifah dan tidak ada pula permusuhan antara Abu Bakr dan Ali. Yang terjadi saat prosesi pemilihan khalifah adalah saling adu argumen antara kaum Muhajirin dan Anshar yang menyebabkan mereka saling berteriak dan meninggikan suara, hanya itu saja. Lalu Umar pun membaiat Abu Bakr sehingga akhirnya para shahabat Anshar dan Muhajirin menjadi tenang kembali dan membaiat beliau.

فلما قضى أبو بكر كلامه قام منهم رجل فقال أنا جذيلها المحكك وعذيقها المرجب منا أمير ومنكم أمير يا معشر قريش قال فارتفعت الأصوات وكثر اللغط فلما أشفقت الاختلاف قلت لأبي بكر ابسط يدك أبايعك فبسط يده فبايعته وبايعه المهاجرون وبايعه الأنصار – تاريخ الطبري – (2 / 235)

Sayyidina Ali pun meski saat pelantikan Abu Bakr menjadi khalifah tidak hadir namun kemudian beliau pun membaiatnya bersama dengan Zubair bin Awwam.

و أخرج موسى بن عقبة في مغازيه و الحاكم و صححه عن عبد الرحمن بن عوف قال : خطب أبو بكر فقال : و الله ما كنت حريصا على الإمارة يوما و لا ليلة قط و لا كنت راغبا فيها و لا سألتها الله في سر و لا علانية و لكني أشفقت من الفتنة و مالي في الإمارة من راحة لقد قلدت أمرا عظيما مالي به من طاقة و لا يد إلا بتقوية الله فقال علي و الزبير : ما غضبنا إلا لأنا أخرنا عن المشورة و إنا نرى أبا بكر أحق الناس بها إنه لصاحب الغار و إنا لنعرف شرفه و خيره و لقد أمره رسول الله صلى الله عليه و سلم بالصلاة بالناس و هو حي – تاريخ الخلفاء – (1 / 63)

Sayyidina Ali berperan dalam memberi saran dan dukungan kepada khalifah Abu Bakr untuk memerangi kaum murtad.

لما امتنع من امتنع من دفع الزكاة إلى أبي بكر جمع أبو بكر أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم فشاورهم في أمرهم فاختلفوا عليه فقال لعلي ما تقول يا أبا الحسن قال أقول لك إن تركت شيئاً مما أخذه رسول الله صلى الله عليه وسلم منهم فأنت على خلاف سنة رسول الله صلى الله عليه وسلم قال أما لئن قلت ذاك لأقاتلنهم وإن منعوني عقالاً – الرياض النضرة في مناقب العشرة – (1 / 68)

Sayyidina Ali menjadi panglima utama pasukan penjaga kota Madinah saat Abu Bakr melancarkan serangan kepada kelompok murtad.
فجعل الصديق على أنقاب المدينة حراسا يبيتون بالجيوش حولها، فمن أمراء الحرس علي بن أبي طالب، والزبير بن العوام، وطلحة بن عبد الله، وسعد بن أبي وقاص، وعبد الرحمن بن عوف، وعبد الله بن مسعود، وجعلت وفود العرب تقدم المدينة. – البداية والنهاية – (6 / 342)

Sayyidina Ali juga ikut berperang melawan Musailimah al-Kadzab dan mendapatkan putri dari Bani Hanifah atas pemberian khalifah Abu Bakr, lalu diambil budak oleh Sayyidina Ali dan melahirkan Muhammad Bin Hanafiyyah.
قال هشام: محمد بن علي ابن الحنفية رضي الله عنهما، وزعم خراش بن إسماعيل العجلي أنها من بني حنيفة كانوا مجاورين في بني أسد فأغار عليهم قوم من العرب في سلطان أبي بكر رضي الله عنه، فأخذوا خولة فقدموا بها المدينة فاشتراها أسامة بن زيد ثم اشتراها علي بن أبي طالب رضي الله عنه وولد (7) علي رضي الله عنه، يقولون: أقبل بنو أبيها فقالوا: هذه امرأة منا فأمهرها مهور نسائنا، ثم تزوجها فأولدها محمدا وحده – المنمق في أخبار قريش – (1 / 401)

Sayyidina Ali juga mendapatkan seorang Ummu Walad dari Bani Taghlib bernama Shahba’ usai ikut melakukan penyerangan ke Ainut Tamr atas perintah khalifah Abu Bakr.
وله من الصهباء – وهي أم حبيب بنت ربيعة بن بجير بن العبد بن علقمة ابن الحارث بن عتبة بن سعد بن زهير بن جشم بن بكر بن حبيب بن مرو ابن غنم بن تغلب بن وائل، وهي أم ولد من السبي الذين أصابهم خالد ابن الوليد حين أغار على عين التمر على بني تغلب بها – عمر بن علي، ورقية ابنة علي – تاريخ الرسل والملوك – (3 / 152)

Melihat keterangan-keterangan diatas, jelas bahwa ASY mencoba mengelirukan sejarah Abu Bakr dan Ali tanpa membaca keterangan sejarah dari ulama-ulama Aswaja seperti al-Thabari dan lebih percaya dengan keterangan dari orientalis dan pemikir Arab pro liberal dan Syi’ah seperti Husein Haikal dst.

Nabi Muhammad disebut sebagai “brondong” saat menikah dengan Siti Khadijah yang seorang ibu.

Menyebut Rasulullah ShallaLlahu ‘alaihi wa Sallama dengan istilah “brondong” menunjukkan kalau ASY merupakan penceramah yang tidak punya adab kepada nabi dengan guyonan sesuka hatinya untuk menarik perhatian para hadirin. Sama dengan Ahmad Muwafiq dulu yang mengatakan Kanjeng Nabi “rembes” (dekil) dan waktu kecilnya bisa jadi pernah mencuri buah. Begitulah wataknya tokoh-tokoh yang dipuja-puja kaum Islam Nusantara.

Kalimat yang dilontarkan ASY diatas jelas sekali terpengaruh sinisme orientalis bahwa Rasulullah ShallaLlahu ‘alaihi wa Sallama menikah hanya karena mencari kepuasan seksual. Sungguh tidak beradab sekali ASY dan orientalis-orientalis pujaannya menyamakan Rasulullah dengan orang-orang yang pikirannya hanya syahwat saja. Ini juga merupakan bentuk pelecehan terhadap Sayyidah Khadijah karena menganggap seakan beliau suka mencari ‘daun muda’ untuk memenuhi syahwatnya. Inna liLlahi wa inna ilaihi raji’un.

Syaikh Ramdlan al-Buthi dalam Fiqh al-Sirah menyebutkan tentang pernikahan Kanjeng Nabi dengan Sayyidah Khadijah, “Dari pernikahan Rasulullah ShallaLlahu ‘alaihi wa Sallama dengan Sayyidah Khadijah, maka asumsi orang pertama kali adalah tidak adanya perhatian Kanjeng Nabi dengan kepuasan-kepuasan jasmani. Jika beliau yang masih belia memiliki keinginan demikian sama seperti pemuda-pemuda yang seumuran dengannya, tentu Kanjeng Nabi mencari wanita yang lebih muda atau setidaknya tidak lebih tua dari beliau. Jelas sekali bagi kita bahwa Rasulullah ShallaLlahu ‘alaihi wa Sallama cinta kepada Sayyidah Khadijah karena kemuliaan dan kepandaian diantara kaumnya hingga beliau dijuluki sebagai ‘afifah thahirah (wanita yang pandai menjaga diri dan suci).” (Syaikh Ramdlan al-Buthi, Fiqh al-Sirah, hlm. 86)

Siti Khadijah adalah pengikut Nasrani dengan bukti tidak mau dimadu (poligami) dan konsultasi ke pendeta Nasrani yaitu Waraqah.

Pertanyaannya, mana dalil yang mengatakan bahwa Sayyidah Khadijah tidak mau dipoligami? Adapun mengapa Rasulullah ShallaLlahu ‘alaihi wa Sallama tidak menikah lagi saat beristri Sayyidah Khadijah adalah karena saking keanggunan dan kemuliaan istrinya tersebut yang sangat menyenangkan Rasulullah hingga beliau tidak punya fikiran untuk poligami. Khadijah adalah wanita pertama yang mengimani wahyu yang pertama kali diterima Rasulullah ShallaLlahu ‘alaihi wa Sallama dari Malaikat Jibril. Khadijah yang selalu menguatkan hati Rasulullah dan meyakinkan bahwa beliau adalah nabi yang terpilih. Khadijah adalah istri yang selalu memberikan dukungan baik finansial maupun psikis pada awal-awal dakwah Rasulullah ShallaLlahu ‘alaihi wa Sallama. Sangat mudah membayangkan bagaimana tingginya kedudukan Sayyidah Khadijah di hati beliau.
Makanya saat Sayyidah Khadijah wafat maka disebut ‘Amul Huzn (Tahun Kesedihan). Tidak bisa dibayangkan bagaimana Rasulullah ShallaLlahu ‘alaihi wa Sallama begitu kehilangan istri yang menemani dan mendukung beliau di masa-masa awal menjadi nabi dan mendakwahkan agama Islam. Setelah wafatnya Siti Khadijah Kanjeng Nabi sampai tidak punya keinginan untuk beristri lagi selama bertahun-tahun saking cinta beliau kepada Khadijah. Hal-hal semacam ini yang mestinya direnungkan oleh orang macam ASY supaya tidak bicara ngawur di depan publik.

Adapun asumsi ASY bahwa Khadijah itu asalnya beragama Nasrani karena berkonsultasi kepada pendeta Waraqah bin Naufal itu perlu diberi beberapa catatan. Pertama, Waraqah bin Naufal termasuk Ahli Kitab yang menganut ajaran Nabi Isa ‘alaihi al-Salam yang belum terkena tahrif, makanya Waraqah ketika melihat tanda kenabian pada Rasulullah ShallaLlahu ‘alaihi wa Sallama beliau langsung meyakinkan Khadijah untuk beriman kepada Rasulullah dan melindungi beliau. Kedua, setelah Rasulullah ShallaLlahu ‘alaihi wa Sallama menerima perintah dakwah agama Islam maka Khadijah adalah yang pertama kali mengimaninya, sehingga beliau otomatis masuk agama Islam.
Jadi anggapan ASY bahwa Khadijah beragama Kristen itu untuk apa? Jawabannya mesti untuk menggiring opini masyarakat agar memandang Islam dan Kristen sekarang itu sama saja. Ini kalau istilah sekarang termasuk kategori konten yang dimanipulasi (manipulated content) dengan tujuan menipu. Mestinya sudah ditindak oleh Menkominfo ini karena termasuk kategori hoax.

Sayyidina Umar seperti Hitler Nazi yang membunuh habis kaum Yahudi

Penyamaan Sayyidina Umar dengan Hitler Nazi tidak hanya biadab dan fiktif karena melecehkan Shahabat, namun juga menggelikan. ASY mungkin tidak pernah dengar kisah Pakta Umar (Pact of Umar) saat merebut Baitul Maqdis (Jerusalem) dari kerajaan Romawi Byzantine, yang didalamnya ditetapkan bahwa non-Muslim diberi hak dzimmah berupa membayar pajak dengan ganti jaminan keamanan baik dirinya, hartanya, bahkan tempat ibadahnya tidak dirubuhkan serta tidak dipaksa keluar dari agama mereka.

وعن خالد وعبادة قالا صالح عمر أهل إيلياء بالجابية وكتب لهم فيها الصلح لكل كورة كتابا واحدا ما خلا أهل إيلياء بسم الله الرحمن الرحيم هذا ما أعطى عبدالله عمر أمير المؤمنين أهل إيلياء من الأمان أعطاهم أمانا لأنفسهم وأموالهم ولكنائسهم وصلبانهم وسقيمها وبريئها وسائر ملتها أنه لا تسكن كنائسهم ولا تهدم ولا ينتقص منها ولا من حيزها ولا من صليبهم ولا من شيء من أموالهم ولا يكرهون على دينهم ولا يضار أحد منهم ولا يسكن بإيلياء معهم أحد من اليهود – تاريخ الطبري – (2 / 449)

Adapun Yahudi tidak diberi izin tinggal bersama kafir dzimmiy karena mereka masih memperlihatkan permusuhan terhadap Islam. Namun bagi Yahudi yang dapat menerima perjanjian ini juga akan diberlakukan secara sama dan adil.
Jadi dimana ada cerita bahwa Sayyidina Umar membantai Yahudi? Padahal tentara beliau menaklukkan Jerusalem saja nyaris tanpa perlawanan dan bahkan justru didukung oleh penduduk non-Muslim yang ada disitu.
Sayyidina Umar tidak kenal dengan ideologi Fasisme, keunggulan ras Arya, dan Anti-Semitisme yang dipropagandakan oleh Adolf Hitler. Sayyidina Umar tidak pernah membunuh kaum Yahudi seperti pembantaian Yahudi (Holocaust) oleh Nazi Jerman yang konon mencapai 17 juta orang Yahudi menjadi korban. Sayyidina Umar membunuh atau memerangi Yahudi yang melanggar perjanjian atau yang menyerang Islam, bukan atas dasar kebencian terhadap ras seperti yang Hitler lakukan. Jadi menyamakan Sayyidina Umar dengan Hitler adalah tidak masuk akal sekaligus melecehkan Shahabat Nabi yang menjadi ciri khas kaum Syi’ah.

Nabi Muhammad ShallaLlahu ‘alaihi wa Sallama tidak membawa agama baru tapi membawa sekte baru dari agama Nasrani.

Pernyataan ASY ini sama halnya dengan ucapan klasik kaum kafir zaman Rasulullah ShallaLlahu ‘alaihi wa Sallama yang menganggap Al-Quran hanyalah buatan Nabi Muhammad ShallaLlahu ‘alaihi wa Sallama. Tentu saja Allah Ta’ala telah menjawab ucapan ASY ini dalam Firman-Nya:

وَمَا كُنْتَ تَتْلُو مِنْ قَبْلِهِ مِنْ كِتَابٍ وَلَا تَخُطُّهُ بِيَمِينِكَ إِذًا لَارْتَابَ الْمُبْطِلُونَ (48) بَلْ هُوَ آيَاتٌ بَيِّنَاتٌ فِي صُدُورِ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ وَمَا يَجْحَدُ بِآيَاتِنَا إِلَّا الظَّالِمُونَ (49) [العنكبوت : 48 ، 49]

“Kamu tidak pernah membaca kitab sebelum Al-Quran dan tidak pernah pula menulisnya dengan tangan kananmu, sehingga orang-orang yang keliru itu menjadi ragu. (48) Bahkan Al-Quran adalah tanda-tanda yang jelas di hati orang-orang yang diberi ilmu. Tidak ada orang yang mengingkari ayat-ayat Kami kecuali orang-orang zalim. (49) (QS. Al-Ankabut: 48-49)

Agama Islam menaskh (merevisi) agama-agama terdahulu, dan Al-Quran menaskh kitab-kitab terdahulu. Injil dan Taurat asal masih asli dan tidak muharraf adalah hujjah bagi Yahudi Nasrani, namun tidak bagi kita walaupun isinya mungkin benar. Apalagi kalau sudah terkena tahrif seperti Injil dan Taurat sekarang.

Adapun dalam Al-Quran ada kalimat:
وَإِذْ قَالَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيَّ مِنَ التَّوْرَاةِ وَمُبَشِّرًا بِرَسُولٍ يَأْتِي مِنْ بَعْدِي اسْمُهُ أَحْمَدُ [الصف : 6]
“Ingatlah ketika Isa bin Maryam bersabda: Wahai Bani Israil. Saya adalah utusan Allah untuk kalian sebagai pembenar dari kitab Taurat yang ada di hadapan kalian dan pemberi berita baik dengan utusan yang akan datang setelahku bernama Ahmad.” (QS. Al-Shaff: 6)

Maka ini bukan berarti Al-Quran mengekor dengan Injil, namun sebagai hakim atau pemutus terhadap kitab-kitab dahulu. Kalau isinya cocok dengan Al-Quran berarti benar, dan kalau berbeda berarti muharraf (dirubah) atau memang mansukh (direvisi).

Agama-agama memang tidak sama, tapi urusan masuk surga itu urusan allah. Umat Islam tidak boleh klaim surga.

Untuk membungkam omongan ini Allah Ta’ala telah berfirman:
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ [آل عمران : 19]
“Sungguh agama yang benar bagi Allah hanya Islam.” (QS. Ali Imran: 19)
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ [آل عمران : 85]
“Siapa yang mencari agama selain Islam tidak akan diterima dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Ali Imran: 85)

Apabila Yahudi Nasrani mengikuti ajaran Taurat dan Injil yang asli sebelum datang Nabi Muhammad ShallaLlahu ‘alaihi wa Sallama maka dia masuk surga, akan tetapi kalau dia sudah menangi hidupnya nabi setelahnya seperti Yahudi menangi hidupnya Nabi Isa namun tidak mau beriman kepadanya maka dia kafir. Yahudi Nasrani yang bertemu Nabi Muhammad ShallaLlahu ‘alaihi wa Sallama namun tidak mau beriman maka juga kafir dan masuk neraka selama-lamanya. Apalagi yang menyembah berhala (musyrikin).

Program “toleransi” yang dicanangkan oleh pemerintah sekarang sudah berubah menjadi “teleransi” dan “telorasin”. Alih-alih mendamaikan hubungan antaragama, yang terjadi malah pluralisme agama. Beberapa hari terakhir ini hari libur saat tanggal hari besar Islam selalu diundur dengan alasan Covid-19, akan tetapi di hari-hari besar nasional seperti 17 Agustus, Hari Lahir Pancasila 1 Juni, dan lain-lain tidak ada pengunduran hari libur padahal masyarakat sama-sama berjubel di tempat-tempat wisata, kuliner, dan perbelanjaan. Seakan Covid tidak takut dengan Islam namun takut dengan bendera Indonesia. Negara berpikir namun tanpa pikiran.
Bahwa Islam, Yahudi, dan Nasrani asal beramal shalih maka masuk surga. Maka jangan ada agama yang klaim surga.

Ini adalah omongan basi tokoh-tokoh liberal seperti Gus Dur, Ulil Abshor Abdalla, dll yang sudah bertahun-tahun dahulu dikritik dan ditolak oleh tokoh-tokoh ulama, kiai, dan cendekiawan Muslim. Ucapan ASY ini adalah pemahaman yang salah merujuk pada ayat Al-Quran:
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَادُوا وَالنَّصَارَى وَالصَّابِئِينَ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَعَمِلَ صَالِحًا فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ [البقرة : 62]
“Sungguh orang-orang yang beriman, Yahudi, Nasrani, dan Shabiin, barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir serta beramal shalih maka bagi mereka pahala dari Tuhan mereka. Mereka tidak perlu takut maupun susah.” (QS. Al-Baqarah: 62)
Para mufasir mengatakan bahwa ayat ini ditujukan kepada kaum-kaum yang beriman kepada nabi yang diutus kepada mereka sebelum datangnya Nabi Muhammad ShallaLlahu ‘alaihi wa Sallama baik Yahudi, Nasrani, atau Shabiin lalu beriman kepada Nabi Muhammad ShallaLlahu ‘alaihi wa Sallama dan menjalankan Syari’ahnya. Jadi bukan kepada Yahudi dan Kristen yang ada sekarang seperti omongan kaum liberal.

Makna kafir adalah gelap mata, tidak bersyukur, takabbur, dan seterusnya apapun agamanya. Maka kafir jangan dimaknai orang diluar Islam.

Ucapan ASY ini sama dengan keputusan Munas NU tahun 2019 silam bahwa non-Muslim jangan disebut sebagai kafir lalu didengungkan terus-menerus oleh tokoh-tokoh ormasnya seperti Nadirsyah Hosein, Said Aqil, Gus Miftah, dsb. Padahal dalam Al-Quran sudah jelas tertulis:
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ ثَالِثُ ثَلَاثَةٍ [المائدة : 73]
“Kafirlah orang-orang yang mengatakan bahwa Allah ada yang ketiga dari tiga.” (QS. Al-Maidah: 73)
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ [المائدة : 17]
“Kafirlah orang-orang yang mengatakan bahwa Allah adalah al-Masih putra Maryam.” (QS. Al-Maidah: 17)
وَقَالَتِ الْيَهُودُ عُزَيْرٌ ابْنُ اللَّهِ وَقَالَتِ النَّصَارَى الْمَسِيحُ ابْنُ اللَّهِ ذَلِكَ قَوْلُهُمْ بِأَفْوَاهِهِمْ يُضَاهِئُونَ قَوْلَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ قَبْلُ قَاتَلَهُمُ اللَّهُ أَنَّى يُؤْفَكُونَ [التوبة : 30]
“Yahudi mengatakan Uzair itu anak tuhan. Nashara mengatakan al-Masih itu anak tuhan. Itu adalah ucapan mereka yang membebek pada omongan orang-orang kafir sebelum mereka. Allah memerangi mereka semua. Kapan mereka berhenti seperti itu?” (QS. Al-Maidah: 73)

Makna kafir pada ayat-ayat diatas tidak lain adalah mengimani Tuhan selain Allah, bukan gelap mata atau takabbur seperti yang diomongkan oleh ASY dan kawan-kawannya.

Bahwa malaikat itu bodoh dan Allah berkata, “Jangan banyak bacot!”

Sungguh tidak beradab seorang ASY merendahkan dan melecehkan malaikat seperti itu, dan melecehkan malaikat merupakan tindakan kufur. Rekaman percakapan Allah dan malaikat ini disebutkan dalam Al-Quran:
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ [البقرة : 30]
“Ingatlah ketika Tuhanmu berkata kepada malaikat, “Sungguh Aku akan menjadikan khalifah di bumi.” Para malaikat berkata, “Apakah Kau akan menjadikan di bumi orang yang berbuat kerusakan di bumi dan mengalirkan darah, sedangkan kami selalu bertasbih dengan memuji-Mu dan mensucikanmu?” Allah menjawab, “Sungguh Aku lebih tahu apa yang kalian tidak ketahui.” (QS. Al-Baqarah: 30)

Abu Farj Ibn al-Jauzi dalam tafsirnya menyebutkan dua pendapat tentang siapa malaikat yang disebutkan di ayat tersebut. Pendapat pertama adalah seluruh malaikat, dan pendapat kedua adalah malaikat yang bersama dengan Iblis ketika diturunkan ke bumi untuk mengusir bangsa jin. (Ibn al-Jauzi, Zad al-Masir, juz 1 hlm. 41) Jika demikian berarti ASY mengatakan semua malaikat atau mayoritas malaikat itu bodoh, dan dia yang pintar sendiri!

Syaikh Muhammad Najih berkomentar tentang hal ini, “Hakikatnya malaikat hanya isykal, bukan protes kepada Allah Ta’ala. Mengapa yang mengganti bangsa jin di bumi adalah bangsa manusia yang punya perut dan syahwat, sedangkan bangsa malaikat tidak punya perut serta selalu tasbih dan tahmid kepada Allah. Maka Allah seakan menjawab, “Kamu kan sudah penduduk langit, kenapa masih ingin menduduki bumi? Di bumi kamu akan bersama setan dan jin. Di bumi manusia diuji karena ada jin dan setan. Kalau ada jin atau setan maka kita harus isti’adzah, jangan malah minta tolong kepada mereka. Akhirnya kita malah merendahkan dan melecehkan malaikat. Melecehkan malaikat itu kufur.”

Gambar Yesus ada di dalam Ka’bah serta dijaga dan dilindungi oleh Rasulullah.

Pernyataan ASY ini merupakan kepanjangan dari ucapan tokoh-tokoh Kristen dan Syi’ah bahwa di dalam Ka’bah pernah ada gambar Bunda Maria yang menggendong Yesus saat masih bayi, dan Rasulullah ShallaLlahu ‘alaihi wa Sallama melindunginya sebagai bentuk penghormatan kepada “Yesus” dan ajaran Kristen. Jika dirunut dalam kitab-kitab sejarah kita akan mendapati cerita diatas, diantaranya sebagai berikut:
فلما كان يوم فتح مكة دخل رسول الله -صلى الله عليه وسلم- فأرسل الفضل بن العباس بن عبد المطلب فجاء بماء زمزم, ثم أمر بثوب وأمر بطمس تلك الصور، فطمست. قال: ووضع كفيه على صورة عيسى ابن مريم وأمه عليهما السلام وقال: “امحوا جميع الصور إلا ما تحت يدي” فرفع يديه عن عيسى ابن مريم وأمه ونظر إلى صورة إبراهيم فقال: “قاتلهم الله, جعلوه يستقسم بالأزلام, ما لإبراهيم وللأزلام” .
وحدثني جدي قال: حدثنا داود بن عبد الرحمن عن ابن جريج قال: سأل سليمان بن موسى الشامي عطاء بن أبي رباح وأنا أسمع: أدركت في البيت تمثال مريم وعيسى؟ قال: نعم, أدركت فيه تمثال مريم مزوقًا, في حجرها عيسى ابنها قاعدًا مزوقًا. قال: وكانت في البيت أعمدة ست سوارٍ, وصفها كما نقطت في هذا التربيع.
حدثني جدي قال: حدثنا داود بن عبد الرحمن, عن عمرو بن دينار قال: أدركت في بطن الكعبة قبل أن تهدم تمثال عيسى ابن مريم وأمه.
وحدثني جدي قال: حدثنا داود بن عبد الرحمن قال: أخبرني بعض الحجبة, عن مسافع بن شيبة بن عثمان أن النبي -صلى الله عليه وسلم- قال: “يا شيبة, امح كل صورة فيه إلا ما تحت يدي” قال: فرفع يده عن عيسى ابن مريم وأمه. – أخبار مكة للأزرقي – (1 / 130-132)
Namun cerita diatas tidak lepas dari berbagai kritik atas kebenarannya.
Pertama, cerita diatas disebutkan oleh sejarawan yaitu al-Azraqi dalam Akhbar Makkah, dan jika ada kitab sejarah lain yang menyebutkan pasti lewatnya dari al-Azraqi. Dalam kitab-kitab hadits tidak ada yang menyebutkan cerita diatas, bahkan yang ada justru larangan membuat gambar dan patung serta perintah Rasulullah ShallaLlahu ‘alaihi wa Sallama untuk menghapus seluruh gambar dan patung di dalam Ka’bah. Ini menolak riwayat diatas sehingga riwayat tersebut dihukumi Hadits Munkar. Diantara riwayat dalam kitab-kitab hadits yang menolak riwayat diatas sebagai berikut:
حدثنا عبد الله حدثنى أبى حدثنا عبد الله بن الحارث عن ابن جريج أخبرنى أبو الزبير أنه سمع جابر بن عبد الله يزعم أن النبى -صلى الله عليه وسلم- نهى عن الصور فى البيت ونهى الرجل أن يصنع ذلك وأن النبى -صلى الله عليه وسلم- أمر عمر بن الخطاب زمن الفتح وهو بالبطحاء أن يأتى الكعبة فيمحو كل صورة فيها ولم يدخل البيت حتى محيت كل صورة فيه. – مسند أحمد – مكنز – (31 / 4)
حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ مُوسَى أَخْبَرَنَا هِشَامٌ عَنْ مَعْمَرٍ عَنْ أَيُّوبَ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ – رضى الله عنهما أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – لَمَّا رَأَى الصُّوَرَ فِى الْبَيْتِ لَمْ يَدْخُلْ ، حَتَّى أَمَرَ بِهَا فَمُحِيَتْ ، وَرَأَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ – عَلَيْهِمَا السَّلاَمُ – بِأَيْدِيهِمَا الأَزْلاَمُ فَقَالَ « قَاتَلَهُمُ اللَّهُ ، وَاللَّهِ إِنِ اسْتَقْسَمَا بِالأَزْلاَمِ قَطُّ» – صحيح البخاري – مكنز – (12 / 19)
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سُلَيْمَانَ قَالَ حَدَّثَنِى ابْنُ وَهْبٍ قَالَ أَخْبَرَنِى عَمْرٌو أَنَّ بُكَيْرًا حَدَّثَهُ عَنْ كُرَيْبٍ مَوْلَى ابْنِ عَبَّاسٍ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ – رضى الله عنهما – قَالَ دَخَلَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – الْبَيْتَ فَوَجَدَ فِيهِ صُورَةَ إِبْرَاهِيمَ وَصُورَةَ مَرْيَمَ فَقَالَ « أَمَا لَهُمْ ، فَقَدْ سَمِعُوا أَنَّ الْمَلاَئِكَةَ لاَ تَدْخُلُ بَيْتًا فِيهِ صُورَةٌ ، هَذَا إِبْرَاهِيمُ مُصَوَّرٌ فَمَا لَهُ يَسْتَقْسِمُ – صحيح البخاري – مكنز – (12 / 18)
Riwayat dari kitab-kitab hadits diatas menunjukkan kelemahan riwayat dari al-Azraqi diatas, karena tentu saja kitab hadits seperti Shahih Bukhari dan Musnad Ahmad lebih terpercaya daripada keterangan kitab-kitab sejarah.

Kedua, riwayat-riwayat dari al-Azraqi diatas hukumnya Dla’if (lemah) dan bermasalah dari sisi sanad. Banyak rawi-rawi yang Munqathi’ karena tidak pernah menemui hidupnya Rasulullah ShallaLlahu ‘alaihi wa Sallama seperti Musafi’ bin Syaibah bahkan tidak menemui zaman Sayyidina Ali menjadi khalifah seperti Abu Najih sehingga tidak sah dan tidak mungkin bagi mereka meriwayatkan langsung dari Kanjeng Nabi. Banyak juga rawi cerita diatas yang lemah menurut komentar para ahli hadits.

Memang kerjaan orientalis dan Kristen misionaris yang kemudian diteruskan oleh kaum Islam liberal dan Islam Nusantara untuk terus memviralkan riwayat dalam kitab-kitab sejarah yang dianggap mendukung ideologi pluralisme mereka meski riwayat tersebut lemah dan tidak berarti apa-apa.

Ikhtitam

Umat Islam sepertinya tidak akan berhenti diganggu oleh liberalisme dan pluralisme agama yang sudah menjadi agenda dunia hingga harus berhadapan dengan sesama Muslim sendiri. Sekarang ini sudah banyak orang fanatik buta terhadap tokoh tertentu terutama yang ada didalam organisasinya. Banyak generasi baik yang muda maupun yang tua ketika tokoh dalam ormasnya dikritik (meski disampaikan secara ilmiah dan karena kesalahan yang mereka lakukan) mereka akan menyebut pengkritiknya sebagai kaum radikal, penuh kebencian, bahkan sampai disuruh keluar dari Indonesia. Mereka tidak sadar kalau diri mereka sudah menjadi pribadi yang kolot, kaku, anti kritik, dan fanatik buta. Kami hanya berharap jangan sampai mereka menjadi seperti orang-orang yang disebutkan Allah dalam Al-Quran:
صُمٌّ بُكْمٌ عُمْيٌ فَهُمْ لَا يَعْقِلُونَ [البقرة : 171]
“Tuli, bisu, dan buta hingga mereka tidak bisa berfikir.” (QS. Al-Baqarah: 171)

Terakhir, kami memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar kita kaum pesantren khususnya dan umat Islam umumnya selalu diberikan istiqamah pada ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah serta dihindarkan dari berbagai pemikiran dan ajaran sesat yang ingin menghancurkan Islam. WaLlahu A’lam bi al-shawab.(*)

~Disarikan dari dawuh-dawuh Syaikhina Abah Najih Maimoen~

Tim Ilmiah Muta’alliqin Ribath Darusshohihain

CERITA TENTANG SANAD KEILMUAN PESANTREN SARANG, KH. MUHAMMAD NAJIH MAIMOEN: KITA HARUS TETAP MEMPERTAHANKAN NGAJI FIQIH

Demikian sebagian pesan utama yang disampaikan oleh Syaikh Muhammad Najih ketika memberi mauizhah hasanah dalam acara Ta’aruf Ma’had Aly Iqna’ al-Thalibin beberapa waktu yang lalu. Beliau juga secara panjang lebar menjelaskan sanad dan perjalanan keilmuan pesantren Sarang yang berlaku terus-menerus hingga sekarang.

Pertahankan Ngaji Fiqih, Giatkan Ngaji Balaghah dan Manthiq

Di awal mula Abah Najih menyinggung bahwa meski di dalam Ma’had Aly banyak mempelajari kitab-kitab tasawuf, beliau tetap berharap ngaji Fiqih tetap harus diramaikan dan dipertahankan begitu juga pengajian Nahwu, Sharaf, apalagi Balaghah dan Manthiq. Lanjut beliau:

“Kita didalam Ma’had Aly ini dominan mempelajari tasawuf. Adapun kultur ilmiah pesantren Jawa adalah ngaji Fiqih, Nahwu, dan Sharaf. Yang kurang adalah Balaghah dan Manthiq. Dulu saya pernah melihat santri Al-Anwar sebelum ke Makkah biasa musyawarah Syarh Sullam al-Munauraq, Syarh al-Jauhar al-Maknun, dan Fath al-Wahhab di zaman Kiai A’wani. Pengikutnya paling sekitar lima sampai enam orang. Dulu sebelum ada Muhadloroh enak bagi yang sudah pernah mondok di luar Sarang, yakni tidak ada kewajiban masuk MGS dan belum ada MHD. Akhirnya musyawarah dan ngaji harian banyak sekali. Setelah MHD ada maka kegiatan ini berkurang karena fokus sekolah kalau tidak MGS atau MHD. Akhirnya ngaji berkurang, anak juga agak malas baca Syarh al-Jauhar al-Maknun. Padahal kitab ini sangat penting, sebab di dalamnya banyak contoh-contoh dari Al-Quran Hadits dan juga pembahasannya ringkas. Kalau Syarh ‘Uqud al-Juman terlalu panjang apalagi nazhamnya.”

Banyak Ngaji Tasawuf Harus Disyukuri 

Lalu Abah Najih mengingatkan kepada para santri agar bersyukur kepada Allah Ta’ala karena diberi kesempatan untuk mengaji tasawuf sebagai obat hati.

“Kita di Ma’had Aly lebih ngaji tasawuf, tapi sebetulnya budaya ngaji tasawuf bagi santri kuno sudah biasa. Mbah Moen dulu sering ngaji tasawuf di waktu ekstra seperti saat libur Maulid dan Idul Adha seperti Minhaj al-‘Abidin, al-Nashaih al-Diniyyah, Risalah al-Mu’awanah, Syarh al-Arba’in, dan lain-lain. 

Walhasil, kita sekarang ada istilah Prodi Tasawuf. Ini kita diingatkan untuk bersyukur kepada Allah, semoga dengan ngaji tasawuf kita menjadi lembut hatinya -Amin- bukan keras hati dan tidak pernah menangis di hadapan Gusti Allah. Kebanyakan kita seperti itu. Hal ini sudah disitir dalam Al-Quran:

وَلَا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ فَاسِقُونَ [الحديد : 16]

“Jangan mereka (orang beriman) menjadi seperti orang-orang yang diberi kitab sebelum mereka lalu seiring berjalannya waktu lalu menjadi keras hati mereka dan banyak dari mereka yang jadi fasiq.” (QS. Al-Hadid: 16)

Ayat seperti ini seakan menyindir orang-orang yang tidak biasa dapat pitutur baik dia kafir atau pintar baca kitab namun jarang dapat pitutur. Ia lebih asyik dengan ilmu hukum, Ushul Fiqih, dst. Tapi maafnya, saya juga takut kalau ilmu Fiqih ini dihilangkan padahal ahlinya ulama Jawa itu setelah belajar Fath al-Wahhab dan Syarh al-Mahalli di Makkah.”

Sanad Keilmuan Pesantren Sarang

“Dulu yang awal mengajar Fath al-Wahhab adalah Kiai Hasyim Asy’ari, mungkin karena pernah ngaji di Makkah. Kemudian ini ditiru oleh Ploso dan Lirboyo karena pengasas keduanya yaitu Mbah Manaf dan Mbah Jazuli itu muridnya Mbah Hasyim. Adapun Sarang dulu juga mengaji Fath al-Wahhab di zaman Kiai Fathurrahman bapaknya Mbah Ali Masyfu’. Kalau ngaji Fath al-Qarib dan Fath al-Mu’in sudah biasa. Sarang mulai Mbah Zubair andalannya adalah Syarh al-Mahalli karena ngaji Mahalli adalah ajaran Syaikh Said al-Yamani. Beliau punya murid Mbah Zubair dan Sirojuddin Abbas yang termasuk pendiri Jamiah Al-Wasliyah dan pengarang buku 40 Masalah Keagamaan. Kiai Sirojuddin Abbas ngajinnya al-Mahalli, dan Mbah Zubair mungkin juga sama. Yang jelas beliau muridnya Syaikh Said al-Yamani. Zahirnya beliau pernah ngaji al-Mahalli walaupun kita tidak bisa memastikan. 

Saya pernah melihat sasakan Kiai Mahfuzh Termas, setahu saya dibawa Gus Nashiruddin Tambakberas. Sasakan ini dibuat ngaji Kiai Dimyati Termas yakni adiknya Kiai Mahfuzh. Kiai Dimyati enak karena dikirimi kitab Kiai Mahfuzh sekaligus makna-maknanya lengkap. Saya bayangkan bagaimana Kiai Mahfuzh masih sempat menulis sasakan, padahal beliau sibuk mengarang.”

Orang Paling Alim Sejawa adalah Kiai Mahfuzh Termas 

Abah Najih lalu menceritakan bahwa ulama Jawa paling alim adalah Syaikh Mahfuzh Termas. Tandas beliau:

“Setahu saya ulama paling alim se-Jawa adalah Kiai Mahfuzh Termas tapi beliau itu setengah laduni alias di luar nalar, sebab saya dapat cerita ada teman Kiai Mahfuzh pernah mendengar beliau bisa khatam Al-Quran antara Maghrib dan Isya’ saja. kiai Mahfuzh berkata bahwa dia boleh lihat untuk membuktikan namun harus dua orang saja, dan benar khatam. Ini termasuk karamah, menurut kebiasaan umum tidak mungkin itu.

Di Sarang saya pernah bertemu orang yang pernah men-tahqiq kitab Mauhibah Dzi al-Fadl Hasyiyah al-Syarh al-Hadlramiyyah karya Syaikh Mahfuzh. Ada lagi seorang muhaqqiq yang sekarang aktif di Jamiah Imam Syafi’i Cianjur, dia pernah mentahqiq karangan Syaikh Mahfuzh yang andaikan dibaca itu hebat. Pembahasannya lengkap tidak ada yang kurang. Laisa fiha syaridah wa la waridah illa katabaha. Pokoknya paling alim menurut saya adalah Syaikh Mahfuzh Termas.

Mbah Zubair ngaji kitab al-Mahalli dari Syaikh Said al-Mahalli, tapi juga ngaji di Syaikh Baqir al-Jugjawi. Syaikh Baqir muridnya Syaikh Mahfuzh Termas. Mbah Moen ngaji di Syaikh Yasin al-Fadani, dan Syaikh Yasin muridnya Syaikh Alawi al-Maliki, dan Syaikh Alawi muridnya Syaikh Mahfuzh Termas. AlhamduliLlah kita sanadnya dua. Saya AlhamduliLlah bertemu Syaikh Yasin beberapa kali, tapi saya mendapat ijazah di Jawa dua kali. Di Makkah bertemu namun tidak mengambil ijazah. Itu sanad yang menjadi andalan kita urusan Fiqih. 

Ayahanda Syaikh Mahfuzh Termas namanya adalah Kiai Abdullah bin Abdul Mannan. Beliau murid Syaikh Murtadla al-Zabidi. Ini sanad penting dalam tasawuf. Ada sanad lagi Mbah Moen dari Mbah Zubair, dari Syaikh Faqih Maskumambang, dari Syaikh Mahfuzh Termas. Kiai Faqih itu cerdasnya tidak karuan. Waktu penulis kitab I’anah al-Thalibin Kiai Faqih melihat kitab yang hebatnya seperti itu, lalu beliau ingin ke Makkah untuk ngaji pada pengarangnya yaitu Syaikh Bakri Syatha, namun sampai di Makkah Syaikh Bakri sudah wafat. Akhirnya beliau ngaji ke Syaikh Mahfuzh Termas.

Ada lagi cerita tentang Mbah Abdus Syakur ayah Mbah Fadhol Senori. Kita jarang yang ngaji pada Mbah Fadhol. Mbah Syakur aslinya adalah orang Sarang bahkan aslinya yang mengampu pondok Sarang zaman dulu. Beliau pindah ke Sedan, lalu pesantren dipegang oleh kita-kita ini. Termasuk penerus Mbah Syakur dahulu adalah Mbah Syu’aib, Mbah Ahmad, dll. Mbah Syakur sanadnya dari Kiai Nawawi Banten, konon beliau juga murid Syaikh Zaini Dahlan. Ini perlu dicek.”

Kiai Banyak Menulis itu Keturunan Keraton

“Kalau kita di Jawa kitab-kitab Kiai Nawawi Banten banyak yang tasawuf. AlhamduliLlah baru saja kita baca Syarh al-Hikam milik Kiai Nawawi cetakan baru artinya belum ada di pesantren. Ini merupakan anugerah dari Allah Ta’ala. Dhawuh Abah, kiai yang sering menulis itu pertanda dia keturunan keraton. Syaikh Abdus Syakur dan Mbah Fadhol karangannya banyak. Mbah Abdusyakur bin Mbah Muhsin. Mbah Muhsin menikahi priyayi yaitu putri keturunan keraton Solo. Kalau Kiai Nawawi jelas keturunan Sultan Hasanuddin Banten. Kiai Mahfuzh karangannya banyak barangkali karena dekat dengan Solo. Kemungkinan juga keturunan keraton. Kalau kiai Sarang asli tidak biasa menulis. Walhasil kita tidak membahas keraton, saya hanya ingin menunjukkan bahwa kita juga punya hubungan dengan orang-orang Jawa sendiri. Alhamdulillah.”

Syaikh Muhammad Ali al-Maliki

Abah Najih selanjutnya menceritakan tentang salah satu ulama Makkah yang dekat dengan ulama-ulama Jawa yaitu Syaikh Muhammad Ali al-Maliki. Cerita beliau:

“Kiai Mahfuzh Termas punya murid Syaikh Muhammad Ali al-Maliki guru Syaikh Yasin. Biasanya ulama Maliki fanatik dengan Madzhab Maliki, tapi karena beliau murid Syaikh Mahfuzh Alhamdulillah beliau akrab dengan orang Jawa. Beliau berasal dari Maroko. Ada yang menganggap beliau Sayyid tapi tidak disohorkan. Beliau pernah menulis Syarh Nazhm Safinah al-Naja karya Ahmad Qusyairi Pasuruan mertua Mbah Hamid Pasuruan. Syaikh Ali senang dengan orang Jawa. Saya pernah diceritani bahwa Syaikh Shodiq memuji Sayyid Muhammad Ali. Katanya tidak ada orang Makkah yang tidak mau dekat-dekat dengan Wahhabi seperti Syaikh Muhammad Ali al-Maliki. Tidak mau dekat dengan pemerintah. Kalau yang lain pernah menjadi qadli. Dia jelas mudarris di Masjidil Haram, dan disana tidak ada upahnya sama sekali karena dulu Saudi masih melarat. Kemudian beliau ikut mengajar di Madrasah Darul Ulum buatan orang Jawa. Beliau Alhamdulillah memberi barakah pada orang Jawa. Beliau pernah hijrah ke Jawa wsktu Wahhabi sedang ganas-ganasnya. Beliau punya murid di Ampenan Lombok NTT (TGB Muhammad Zainuddin Abdul Majid) yang punya Madrasah Nahdlatul Wathan.”

Niat Lillahi Ta’ala, Jangan Niat Ijazah

Setelah bercerita panjang lebar tentang biografi ulama yang berkaitan dengan pesantren Sarang, Abah Najih tidak lupa menekankan kepada para santri untuk selalu menata niat saat belajar.

“Kita harus bersyukur tapi Fiqih tetap diteruskan sebisanya. Orang kuno dan senior zaman dulu lebih alim Fiqih daripada kita karena mereka leluasa belajar Fiqih. Ma’had Aly dulu malah lebih leluasa sebenarnya, tapi sekarang dijadikan sistem akademis seperti ini. Monggo niat liLlahi Ta’ala. Jangan niat mencari gelar akademis dan ijasah, tapi niat ngaji. Kelihatan modern sedikit tapi tidak masuk dalam hati. Ikut dhawuh Mbah Moen: ‘alaikum bi al-syi’ar wa al-ditsar. Pakaian dalam adalah ngaji, pakaian luarnya adalah sekolahan untuk menutupi diri supaya tidak terlihat terlalu khusyu’ dan angker, akhirnya dijauhi orang dan dianggap kadaluarsa.

Saya ingatkan supaya ikhlas. Kita bersyukur bisa diingatkan terus dengan mauizhah-mauizhah dalam kitab-kitab tasawuf, akan tetapi fiqihnya tidak boleh hilang bahkan kalau bisa kita harus memahami kitab Ma’ani-Bayan-Badi’ supaya memahami keindahan-keindahan Al-Quran. Balaghah-balaghah yang ada di dalam Al-Quran Hadits perlu dipelajari agar kita tambah mantap dan yakin bahwa Al-Quran tidak bisa ditandingi baik dari segi bahasa, makna, barakah, angklek, bobot, dan wibawanya. Al-Quran sekarang hanya dibuat lagu-lagu, semaan, bahkan bisnis. Banyak orang menghafal Al-Quran supaya punya pondok Tahfizh. Yang hafal Al-Quran dikasih uang sejuta. Cari uang dari pemerintah bahkan juga dari luar negeri. Inna liLlahi wa inna ilaihi raji’un. Yusuf Mansur punya gitu-gituan seperti dapat kualat karena bela orang fasik yang pro Cina. Monggo kita waspada liLlahi Ta’ala. Al-Quran harus dikuatkan walaupun tidak hafal. Umpama hafal harus niat liLlahi Ta’ala.

Doakan agar bangunan yang baru bisa cepat selesai dan bisa untuk ruang belajar untuk kita Ma’had Aly dan MHD, disamping juga untuk shalat agar seperti kiai Rouf tadi tidak tidur-tiduran. Memalukan seperti orang primitif saja. Masa’ tidak pernah mendengar omongan jenderal Yahudi? Dia melihat orang shalat Jum’ah ramainya seperti itu, andaikan umat Islam shalat subuhnya seperti shalat Jum’ah kita pasti kalah. Kok Yahudi sampai mengerti hal seperti itu pasti ilmunya bukan ilmu militer saja namun juga punya ilmu keagamaan. Ini khasiatnya shalat shubuh berjamaah. Ramai itu khasiatnya besar sekali, disamping juga sehat seperti org olahraga dan doa dalam qunutnya yang luar biasa. 

Kemarin Said Aqil bilang:

فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ [النحل : 43]

Ayat ini menurut dia jika diartikan bertanya pada orang yang ahli kitab salaf dan kiai adalah keliru, namun yang benar itu bertanya pada Yahudi dan Nasrani urusan kebenaran. Ini sesat. Kita disuruh tanya Yahudi Nasrani urusan akidah, lak nanti jadi Yahudi Nasrani. Fas’aluu itu ditujukan pada kafir Quraisy bahwa jika mereka tidak mengerti sifat-sifat nabi yang diutus maka disuruh bertanya pada Ahli Kitab.

Sekarang mengapa ayat ini jadi dalil dalam kitab-kitab ulama bahwa kita wajib taklid Madzahibul Arba’ah atau meminta fatwa ulama? Maka kita jawab bawah ini diqiyaskan. Kalau urusan sejarah kuffar Makkah disuruh tanya pada ulama Ahli Kitab, sedangkan kita umat Islam jika tidak tahu soal hukum disuruh tanya pada ahli ijtihad, dan ijtihad yang terkodifikasi dengan lengkap tinggal empat. Atau bisa kita katakan umum. Khitabnya pada kuffar Makkah, tapi bahasannya umum bahwa orang bodoh disuruh bertanya pada orang pintar. Tapi bukan berarti orang Islam bertanya kepada Yahudi Nasrani. Ini kesesatan. Kita sudah tauhid kok tanya orang yang sesat, maka nanti disesatkan seperti mereka sendiri.”(*)