MEMPERTEGAS KESAHIHAN PERNYATAAN KH. MUHAMMAD NAJIH MAIMOEN TENTANG KONSPIRASI SYI’AH, KOMUNIS DAN INDO CHINA DALAM PENOLAKAN NASAB BA’ALAWI DAN HAUL WALISONGO

**MEMPERTEGAS KESAHIHAN PERNYATAAN KH. MUHAMMAD NAJIH MAIMOEN TENTANG KONSPIRASI SYI’AH, KOMUNIS DAN INDO CHINA DALAM PENOLAKAN NASAB BA’ALAWI DAN HAUL WALISONGO**

Muqaddimah

Beberapa waktu terakhir umat Islam Indonesia diributkan lagi soal kelompok yang menentang dan mempertanyakan nasab Bani Alawi di Indonesia yang dimotori oleh Imaduddin Utsman dan gerombolannya. Meskipun para habaib telah memberikan jawaban dan penjelasan ilmiah panjang lebar sejak munculnya polemik tersebut seperti Habib Hanif Alathas menulis risalah ilmiah berjudul “Jawaban atas Syubhat Imaduddin Utsman Seputar Nasab Bani Alawi” dan masih banyak jawaban lainnya bersebaran di media sosial, kelompok ini masih ngeyel bahkan justru gerakannya semakin besar. Padahal, ini adalah hal baru yang tidak pernah dikatakan oleh ulama-ulama kharismatik NU, bahkan justru para ulama sesepuh NU mengakui dan sangat mencintai semua habaib sebagai dzurriyah Rasullullah ShallaLlahu ‘alaihi wa Sallama. Banyak sekali video-video di media sosial seperti YouTube dan Facebook yang mengesankan bahwa habaib ‘memalsukan’ nasabnya kepada Kanjeng Nabi padahal nasabnya terputus, habaib di Indonesia adalah antek penjajah Belanda, dan banyak lagi tuduhan tidak masuk akal lainnya.

Tujuan gerakan anti habaib itu jelas ingin mengadu domba antara kaum pribumi dengan para habaib, mengesankan bahwa keturunan Arab adalah “kaum penjajah” yang harus diusir dari NKRI, dan tidak salah juga kalau secara tinjauan politik gerakan itu muncul untuk menghadang Anies Baswedan maju dan menang dalam Pilpres 2024 mendatang. Mereka yang koar-koar cinta NKRI dan cinta damai justru oknum yang membakar api permusuhan di masyarakat dan merusak perdamaian antar warganegara yang sudah terjalin sangat lama dan tidak pernah ada masalah sebelumnya. Inna liLlahi wa inna ilaihi raji’un.

Jawaban Syaikhina Muhammad Najih Maimoen

Menanggapi gerakan anti habaib yang membuat fitnah di masyarakat tersebut, Syaikhina Muhammad Najih Maimoen memberikan tanggapan untuk menjawab berbagai syubhatnya. Dalam video yang diunggah oleh saluran resmi Ribath Darusshohihain pada Kamis 26 Juli 2023, Abah Najih memperingatkan agar umat Islam menolak dengan keras gerakan anti habaib dengan serius. Beliau menengarai bahwa ada agenda Syi’ah terselubung didalam gerakan ini dan khawatir ini adalah cara mereka untuk men”Syia’h”kan Indonesia secara diam-diam. Hal ini karena Imaduddin Utsman sebagai penulis risalah yang mempertanyakan keabsahan nasab Ba’alawi merujuk pada kitab-kitab nasab yang banyak jadi rujukan Syi’ah dalam membantah keabsahan nasab Ba’alawi seperti Tahdzib al-Ansab karya al-‘Ubaidili, al-Mujdi larya al-‘Umari, Muntaqalah al-Thalibiyyah karya Ibn Thabathaba, dan al-Syajarah al-Mubarakah yang dinisbatkan kepada Fakhruddin al-Razi padahal diragukan jika beliau pernah menulisnya.

Dalam tulisan tersebut Imaduddin mempertanyakan nama Ubaidillah apakah termasuk putra Ahmad bin Isa al-Muhajir dimana dalam sumber-sumber yang dia miliki tidak ada yang menyebutnya. Padahal, banyak sekali testimoni ulama ahli sejarah yang menyebut nama Ubaidillah/Abdullah sebagai putra Ahmad bin Isa al-Muhajir Sejarawan Bahauddin al-Yamani (w. 732 H) menyebutkan dalam kitabnya al-Suluk fi Thabaqat al-‘Ulama wa al-Muluk:

منهم أبو الحسن علي بن محمد بن أحمد بن جديد بن علي بن محمد بن جديد بن عبد الله بن أحمد بن عيسى بن محمد بن علي بن جعفر الصادق بن محمد الباقر بن علي زين العابدين بن الحسين بن علي بن أبي طالب كرم الله وجهه ويعرف بالشريف أبي الجديد عند أهل اليمن أصله من حضرموت من أشراف هنالك يعرفون بآل أبي علوي بيت صلاح وعبادة على طريق التصوف وفيهم الفقهاء. (السلوك في طبقات العلماء والملوك، جزء 2 ص 135)

Sejarawan lain Malik Abbas bin Dawud al-Rasuli (w. 778) dalam al-‘Athaya al-Saniyyah juga menulis hal yang sama:

منهم أبو الحسن علي بن محمد بن أحمد بن جديد بن علي بن محمد بن جديد بن عبد الله بن أحمد بن عيسى بن محمد بن علي بن جعفر الصادق بن محمد الباقر بن علي زين العابدين بن الحسين بن علي بن أبي طالب كرم الله وجهه ويعرف بالشريف أبي الجديد عند أهل اليمن أصله من حضرموت من أشراف هنالك يعرفون بآل أبي علوي بيت صلاح وعبادة على طريق التصوف وفيهم علماء فضلاء. (العطايا السنية والمواهب الهنية في المناقب اليمنية، رقم 538 ص 460)

Ulama hadits terkemuka al-Sakhowi dalam al-Dlau’ al-Lami’ menyebutkan:

عبد الله بن محمد بن علي بن محمد بن أحمد بن محمد بن علي بن محمد بن علي بن علوي بن محمد بن علوي بن عبيد الله بن أحمد بن عيسى بن محمد بن علي بن جعفر الصادق بن محمد الباقر بن زيد العابدين علي بن الحسين بن علي ابن أبي طالب الحسيني الحضرمي ثم المكي نزيل الشبيكة منها ويعرف بالشريف باعلوى. (الضوء اللامع، ج 2 ص 454)

Tidak ada pula keterangan dalam kitab-kitab yang dikutip oleh Imaduddin bahwa ketika mereka tidak mencantumkan nama Ubaidillah berarti mereka mengingkari keberadaannya. Justru yang ada Syaikh Murtadla a-Zabidi penulis Syarh Ihya ‘Ulum al-Din menukil bahwa al-Ubaidili penulis kitab Tahdzib al-Ansab yang dikutip oleh Imaduddin mengakui Sayyid Muhajir Ahmad bin Isa memiliki putra bernama Abdullah. Disebutkan:

هاجر الشريف أحمد بن عيسى النقيب من المدينة إلى البصرة في العشر الثانية من القرن الرابع الهجري وخرج منها هو وولد عبد الله إلى المشرق وألقى عصا التسيار باليمن واستقر بحضرموت (الروض الجلي في نسب بني علوي، ص 141)

Tidak terhitung ulama Ahlussunnah wal Jama’ah yang mengakui keabsahan nasab Bani Alawi sebagai nasab yang paling baik dan paling terjaga. Ulama besar Aswaja di Makkah Syaikh Yusuf al-Nabhani menulis persaksian tentang Bani Alawi dengan mengatakan:

إن ساداتنا آل باعلوي قد أجمعت الأمة المحمدية في سائر الأعصار والأقطار على أنهم من أصح أهل النبوة نسبا … ولا يمتر في صحة نسبهم وكثرة فضائلهم. (رياض الجنة في أذكار الكتاب والسنة، ص 25)

Syaikhina Najih mengatakan bahkan Mbah Maimoen sendiri memiliki ta’alluq yang sangat kuat dengan syair Sayyid Abdullah bin Alawi al-Haddad:

وإلى السبطين ننتسب * نسباً ما فيه من دخن
كم إمام بعده خلف * منه سادات بذا عرفوا
وبهذا الوصف قد وصفوا * من قديم الدهر والزمن
مثل زين العابدين على * وابنه الباقر خير لي
والإمام الصادق الحفل * وعلى ذي العلا اليقن

Syair ini menyebutkan nama Ali al-Uraidli yang merupakan leluhur Bani Alawi. Makamnya berada di desa Uraidh Madinah yang sekarang ditutup oleh Wahabi.

Dari penjelasan ringkas diatas maka jelas bahwa tuduhan Imaduddin Utsman bahwa nasab Bani Alawi terputus adalah tuduhan yang lemah dari sisi akademik. Bahkan dalam ceramah-ceramahnya Imaduddin menggunakan penelitian yang dia tulis untuk menuduh habaib memalsukan nasabnya supaya bisa bersambung ke Rasulullah ShallaLlahu ‘alaihi wa Sallama hanya untuk mencari simpati dan menarik massa dari umat Islam agar memenuhi kepentingan duniawi. Sampai-sampai dia pun menantang habib yang dia tuduh tersebut untuk tes DNA untuk menunjukkan keabsahannya sebagai keturunan Rasulullah. (lihat ceramahnya dalam peringatan Maulid Nabi Muhammad ShallaLlahu ‘alaihi wa Sallama 1444 H bersama MWC NU dan GP Ansor Tigaraksa di YouTube)
Abah Najih lalu menyampaikan mengapa Said Aqil Siradj setelah membaca tulisan dari Imaduddin tersebut tidak membantahnya namun justru malah mendukungnya dengan dalih penelitian ilmiah. Padahal Gus Dur yang katanya jadi panutan orang-orang yang paling ‘NU’ sendiri itu justru mengakui bahwa nasab Bani Alawi itu berasal dari Ali al-Uraidhi yang merupakan keturunan Ubaidillah. Abah Najih juga mencium dan ber-husnuzzhan bahwa Ketum PBNU sekarang Yahya Cholil Tsaquf juga justru membela nasab Bani Alawi yang sudah ada dan melarang untuk memperbincangkannya karena percaya saja dengan ulama sesepuh NU terdahulu. Kenapa justru Said Aqil malah membuang ‘panutan’ dan ‘kawan’nya sendiri dan lebih percaya dengan tokoh bergelar kiai yang datang belakangan lalu mengacak-acak apa yang sudah baku di NU?

Imaduddin sendiri sudah kena banyak teguran dari kiai NU baik kultural maupun struktural seperti Kiai AR Fachruddin Stafsus Presiden Bidang Keagamaan Internasional dari NU, Kiai Muhammad Danial Rois Syuriah PCNU Kabupaten Kendal, Kiai Imran Mutamakkin Ketua Tanfidziyyah NU Kabupaten Pasuruan. Mereka berhujjah dengan bahwa para waliyullah di Indonesia mengakui kebenaran nasab Bani Alawi seperti Syaikhina Maimoen Zubair, Mbah Hasan Genggong, dan Kiai Humaidi yang terkenal sering bermimpi bertemu Rasulullah ShallaLlahu ‘alaihi wa Sallama. Lalu apakah Said Aqil sudah tidak percaya lagi dengan para kekasih Allah tersebut?

Apalagi rekam jejak pengaruh Syi’ah dalam pemikiran Said Aqil juga tidak bisa ditolak begitu saja. Abah Najih menyatakan bahwa pada saat masih menjabat sebagai Katib ‘Aam PBNU Said Aqil pernah berkata bahwa Nabi Muhammad ShallaLlahu ‘alaihi wa Sallama gagal mempersatukan Arab, Abu Bakar memalsukan hadits al-aimmah min Quraisy untuk mendapatkan kekuasaan, dsb. Statement-statement yang sangat kuat pengaruh Syi’ah-nya. Pada saat menjadi Rais ‘Aam PBNU selalu mengkritik Wahabi namun tidak pernah sama sekali mengkritik Syi’ah. Sekarang malah membuat acara Haul Walisongo yang dilaksanakan pada Sabtu 29 Juli 2023 kemarin di Masjid Istiqlal bersamaan dengan tanggal 11 Muharram dan bersamaan pula dengan geger-geger orang menolak nasab Walisongo bersambung ke Bani Alawi sebagai imbas dari tulisan Imaduddin tersebut.

Dari sini, maka Syaikhina Najih pun menganalisis bahwa di belakang Haul Walisongo ini ada agenda Syi’ah terselubung. Indikasinya ada tiga.

Pertama, tesis ilmiah dari Imaduddin menggunakan kitab al-Syajarah al-Mubarakah yang diragukan nisbatnya kepada Fakhruddin al-Razi dan justru jadi rujukan dan diterbitkan oleh orang-orang Syi’ah. Ini agar umat Islam digiring secara halus untuk terbiasa membaca dan mengambil rujukan kitab-kitab Syi’ah.

Kedua, pernyataan kelompok pendukung Imaduddin yaitu Tubagus Mogi Nurfadhil beserta kawan-kawannya seperti Fuad Plered, Kiai Raden Tumenggung (KRT) Nur Ikhyak, Muhammad AR, dan masih banyak lainnya yang membuat forum pernyataan resmi menolak nasab Walisongo bersambung ke Saadah Alawiyah dan justru bersambung ke Musa al-Kazhim yang merupakan salah satu Imam Syi’ah Itsna Asyariyyah yang dianut oleh Syi’ah di Iran sekarang. Pernyataan kelompok Tubagus Nurfadhil ini pun diberi apresiasi dan didukung oleh Said Aqil.

Ketiga, Haul Walisongo yang baru dilaksanakan pertama kali ini diselenggarakan pada tanggal 11 Muharram dimana pada tanggal itu bertepatan atau berdekatan dengan perayaan Karbala kaum Syi’ah sehingga umat Islam terbiasa secara pelan-pelan dengan hari-hari perayaan Syi’ah. Inna liLlahi wa inna ilaihi raji’un.

Gerakan Anti Habaib ‘Kebakaran Jenggot’

Setelah Syaikhina Muhammad Najih merilis video pernyataan beliau diatas, kelompok pendukung Imaduddin dan gerakan anti habaib pun banyak yang kepanasan. Mereka pun ramai-ramai menyerang beliau dengan membuat berbagai video tanggapan di YouTube dan media sosial lainnya untuk membela diri. Tapi dari kesekian video tersebut, mereka kelihatan sekali tidak bisa memberikan tanggapan secara ilmiah dan hanya marah-marah dan menuduh dengan nafsu. Logika yang mereka pakai pun sangat dangkal dan tidak menjawab sama sekali akar permasalahan.

Fuad Plered

Setelah nama beliau ikut disebut oleh Abah Najih, Fuad Plered di dalam channel YouTube-nya pun membuat video tanggapan. Di awal video dia mengaku menghormati Syaikhina Najih, tapi di video dia justru terlihat tidak pakai peci dan baju dan berbicara sambil tertawa-tawa (Jawa: pecengisan) dan menghisap rokok. Bicaranya sambil tertawa namun ucapannya tidak beraturan sambil mengatakan bahwa Abah Najih itu tidak seperti ayahanda dan saudara-saudaranya, punya banyak ilmu tapi salah menggunakan, jangan suka menganggap semua orang salah, dan sindiran-sindiran tidak bermutu lainnya. Terlihat sekali hatinya mangkel dan penuh emosi tapi ingin tetap tampil sok keren. Bahkan dia menyamakan Abah Najih dengan syaithan yang membuat was-was hati manusia (alladzi yuwaswisu fi shudur al-nas). Sama sekali tidak ada adab dengan ulama, Inna liLlahi wa inna ilaihi raji’un.

Dalam video tersebut Fuad Plered mengakui bahwa dia menghargai Syi’ah dan biasa didatangi oleh orang-orang Syi’ah dengan dalih cinta NKRI dan Pancasila, omongan khas orang-orang abangan dan komunis. “Urusan keyakinan dijamin oleh negara. Jangan Syi’ah, Gatholoco atau apapun saya hormati,” katanya. Dia juga menyatakan bahwa orang-orang yang mengkritik dia dan Gusdur termasuk kelompok bajingan. Dia juga menuduh kaum Alawiyyin bukan dzurriah Nabi namun keturunan Yahudi Askenazi dengan dasar hasil tes DNA. Na’udzubiLlahi min dzalika.

Dia mengatakan bahwa ayat Al-Quran:
قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ [البقرة : 256]
artinya bahwa cara memahami kebenaran adalah urusan masing-masing. Padahal dari keterangan ahli tafsir jelas bahwa petunjuk diatas adalah Islam dan kesesatan diatas adalah kafir. (lihat: Ibn Juzai, al-Tashil li ‘Ulum al-Tanzil, juz 1 hlm. 135; al-Baidlawi, Tafsir Anwar al-Tanzil, juz 1 hlm. 285; al-Suyuthi, Tafsir al-Jalalain, juz 1 hlm. 265)

Dari pernyataan-pernyataan Fuad Plered diatas terlihat bahwa dia sendiri meski mengaku NU namun justru pro terhadap Syi’ah dan berpikiran liberal, dua pemikiran yang memang sengaja disuburkan didalam tubuh tokoh-tokoh di PBNU.

Kiai Raden Tumenggung (KRT) Nur Ikhyak Salafi Hadinegara

Menanggapi video Syaikhina Muhammad Najih yang mencatut nama beliau, KRT Nur Ikhyak pun ikut buka suara dan tidak terima. Dia menuduh Abah Najih berlebihan dalam menuduh ada unsur Syi’ah dalam gerakan anti habaib itu hanya karena kitab yang dijadikan rujukan adalah kitabnya Syi’ah. Dia bertanya apakah dengan menggunakan rujukan kitab Syi’ah berarti menjadi Syi’ah. Dia juga menyamakan dengan kita menggunakan Kamus al-Munjid karangan Louis Ma’luf yang seorang tokoh Katolik, Google, internet, dan media sosial seperti YouTube yang diciptakan orang non-Muslim apakah menjadikan kita non-Muslim juga.

Tentu argumen ini sangat dangkal dan tidak ilmiah. Dia mengaku NU tapi justru lebih percaya dengan sumber-sumber yang kuat pengaruh Syi’ah-nya daripada keterangan ulama-ulama Ahlussunnah yang menisbatkan kesahihan nasab Ba’alawi seperti Syaikh Murtadla al-Zabidi, Syaikh Yusuf al-Nabhani, Hafizh al-Sakhawi, Qadli Ja’far al-Lubni, dan masih banyak lagi. Bahkan para ulama, kiai-kiai sepuh, dan para auliya di Nusantara pun secara mufakat mencintai para habaib sejak zaman dahulu tanpa ada yang mengingkari kecuali segelintir orang yang tertutup hati dan fikirannya. Karena geramnya dengan gerakan habaib yang keras dalam amar ma’ruf nahi munkar, akhirnya KRT Nur Ikhyak beserta gerombolannya menyerang para habaib dengan berbagai tuduhan dan fitnah.
KRT sendiri banyak membuat video di YouTube yang mendiskreditkan para habaib dan mengadu domba antara habaib dan pribumi seperti judul “Pemb0d0h4n Oknum Habib Kepada Umat”, “Orang Yaman Didatangkan oleh Londo Sebagai Tenaga Kerja”, “Hari Kebangkitan Pribumi dari Doktrin K4st4”, dll.

KRT juga mengatakan bahwa tidak semua Syi’ah itu sesat dan tidak semua Ahlussunnah itu lurus. Dia berdalil bahwa dalam Syi’ah ada Zaidiyah dan Ja’fariyah yang madzhab diakui dalam Risalah Amman, sebaliknya ada Wahabi, LDII, dan NII yang mengaku Ahlussunnah.
Jawaban KRT ini pun jelas pembodohan dan berdalil dengan Risalah Amman yang terbit di Yordania tahun 2005 silam juga tidak ada relevansinya. Jelas sekali penelitian yang kelompok mereka lontarkan mengarahkan nasab Walisongo kepada Musa al-Kazhim seorang Imam Syi’ah Itsna ‘Asyariyah dimana golongan ini disebut ahli bid’ah oleh kitab-kitab aliran teologi Islam. (lihat: Abdul Qahir al-Baghdadi, al-Farq Baina al-Firaq, hlm. 43; al-Syahrastani, al-Milal wa al-Nihal, hlm. 161) Selanjutnya, tidak ada ulama Ahlussunnah sejati yang mengakui Wahabi, LDII, dan NII sebagai Ahlussunnah meskipun mereka mengaku demikian karena ajaran mereka banyak keluar dari pakem Aswaja seperti mengharamkan tawassul dan istighatsah, mengkafirkan dan menganggap najis orang yang tidak ikut ajaran mereka, dan lain sebagainya.

Selanjutnya, KRT menuduh bahwa nasab Ba’alawi adalah rekayasa Belanda sesuai rencana Snouck Hurgronje dan Van Den Berg beserta seorang mufti Batavia keturunan Ba’alawi yaitu Sayyid Usman bin Yahya. KRT menuduh ketiga tokoh diatas bekerjasama merekayasa nasab Ba’alawi sehingga bisa menyambungkan nasab Walisongo pada habaib Ba’alawi. Dia juga mengatakan bahwa nasab Walisongo sampai kepada Ba’alawi hanya merujuk pada kitab Syams al-Zhahirah karangan Syarif Abdurrahman al-Masyhur pada catatan kaki Sayyid Muhammad Dliyauddin Syahab yang mengambil referensi dari keterangan orientalis Belanda bernama Van Den Berg dan berdasarkan keterangan Rabithah Alawiyah, dimana KRT tidak percaya akan keterangan tersebut dan menyebutnya sebagai rekayasa Arab dan Belanda untuk menjajah pribumi dengan tameng keturunan Rasulullah ShallaLlahu ‘alaihi wa Sallama.
Ada beberapa masalah dalam tuduhan diatas. Pernyataan Van Den Berg meskipun memberikan informasi tentang nasab Ba’alawi namun bukanlah satu-satunya sumber informasi tersambungnya nasab Walisongo dengan Bani Alawi dari Hadramaut. Kiai Abul Fadhol Senori dalam kitabnya Ahla al-Musamarah fi Hikayah al-Auliya al-‘Asyrah juga menyatakan bahwa Sayyid Ibrahim Asmara meski ada beberapa riwayat tentang silsilahnya namun semuanya sepakat beliau adalah keturunan Rasulullah ShallaLlahu ‘alaihi wa Sallama. Beliau menikah dengan Dewi Condrowulan dan dikaruniai tiga putra: Raja Pandhita, Sayyidah Zainab, dan Sayyid Rahmat yaitu Sunan Ampel. (Abul Fadhol, Ahla al-Musamarah fi Hikayah al-Auliya al-‘Asyrah, hlm. 4-5)

Dalam silsilah keturunan kesultanan Palembang juga disebutkan Tuan Jalaluddin Talang Sura adalah keturunan Ba’alawi dari jalur Jamaluddin Husain hingga disebutkan nama Abdullah bin Ahmad Muhajir. Keterangan yang sama juga ditemukan dalam manuskrip Masjid Ampel di Surabaya bahwa Ali Rahmat (Sunan Ampel) bin Ibrahim Asmara nasabnya juga sampai pada Jamaluddin Husain, silsilah Kesultanan Cirebon yang ada di tangan Sultan Sepuh Syamsuddin Martawidjaya, Kiai Muslim bin Muhammad Shaleh, dan Kiai Abdul Halim Majalengka, serta silsilah raja-raja Banten yang ditulis oleh Tubagus Ismail Muhammad. (Syarif Abdurrahman al-Masyhur, Syams al-Zhahirah, hlm. 522-523)

Jadi keliru jika dikesankan bahwa informasi nasab Walisongo dinisbatkan ke Ba’alawi hanya lewat keterangan Van Den Berg saja. Keterangan Van Den Berg tersebut hanyalah penguat (syahid) dari informasi-informasi yang sudah beredar sendiri di kalangan kesultanan Nusantara. Lebih buruk lagi jika sampai mengatakan bahwa silsilah Ba’alawi dalam Walisongo adalah rekayasa Van Den Berg bersama Snouck Hurgronje dkk. Keinginan Belanda sebenarnya adalah menghapus kesultanan-kesultanan yang ada di Indonesia sehingga pengaruh Islam menjadi redup.
Meskipun perkara nasab ini tidak masuk ranah fiqih apalagi akidah, namun kami tetap memilih ikut dan hormat ta’zhim kepada kiai-kiai sepuh yang meyakini Walisongo sebagai keturunan Ba’alawi dari Hadramaut kecuali Raden Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati). Barangkali karena kelompok Imaduddin yang ingin memutus nasab Ba’alawi dan menjelekkan nama habaib akhirnya dihujat banyak kalangan dan tidak laku lagi, akhirnya mereka pun mengarahkan agendanya dengan mengacak-acak nasab Walisongo dan diarahkan ke Syi’ah. Tapi kenapa baru terjadi menjelang Pilpres? Maka tidak salah kalau mereka dituduh punya agenda politik di belakangnya yaitu memecah belah suara umat Islam antara pribumi dan Arab agar Anies Baswedan tidak bisa menang karena mereka khawatir gerakan Syi’ah, liberal, komunis, dan Indo-China yang sudah dipersiapkan dirusak oleh presiden yang baru. Taktik yang jahat, keji, tapi juga dangkal dan dungu.

Tubagus Mogi Nurfadhil

Dia adalah salah satu pendukung Imaduddin yang membuat kontroversi mempertanyakan nasab Walisongo dari Ba’alawi. Dalam sebuah forum yang dihadiri oleh Imaduddin Utsman, Fuad Plered, KRT Nur Ikhyak, dan juga beberapa tokoh lain termasuk perwakilan dari Densus 88 (BNPT?), Tubagus Nurfadhil menyatakan bahwa ada tiga alasan mengapa nasab Ba’alawi harus ditolak.
Pertama, keterputusan nasab. Kedua, nasab Ba’alawi di Indonesia tidak mendapat pengakuan dari Naqib Irak dan Naqib internasional lainnya. Ketiga, dari tes DNA kalangan Ba’alawi di Yaman hasilnya ditemukan tidak singkron dengan dzurriyah nabi lainnya namun justru identik dengan DNA Yahudi Ashkenazi dari Kaukasia setelah komparasi data ke situs jewishdna.net.
Anehnya, sesuai keterangan dari Tubagus Nurfadhil sendiri bahwa ketika dia memaparkan hal ini ke Wakil Presiden RI KH. Ma’ruf Amin, justru beliau malah mendukung secara positif penelitian tentang nasab habaib ini dan tidak menentangnya bahkan mengatakan bahwa sejarah Walisongo harus diluruskan seakan sebelumnya belum lurus dan bermasalah. Mengapa Kiai Ma’ruf Amin menjadi seperti ini sekarang?

Alasan-alasan diatas jika ditelaah dengan seksama meski terlihat ilmiah namun sebenarnya ibarat buih di lautan yang kelihatannya banyak namun tidak ada isinya. Pertama, tentang keterputusan nasab kami sudah membahasnya di bagian awal tulisan ini. Kedua, anggapan bahwa tidak ada pengakuan Naqib Irak dan Naqabah al-Asyraf internasional terhadap nasab Ba’alawi juga alasan yang mengada-ada. Secara logika, tidak adanya pengakuan belum tentu menolak. Justru yang terjadi malah sebaliknya, Naqib Sadah Uraidliyyun di Irak yaitu Sayyid Walid al-Uraidli al-Husaini dalam kitabnya Ghayah al-Ikhtishar fi Ansab al-Sadah al-Athhar menyatakan silsilah keluarga Ba’alawi dengan menyebut nama Ubaidillah bin al-Muhajir Ahmad bin Isa. (Sayyid Walid al-Uraidli al-Husaini, Ghayah al-Ikhtishar fi Ansab al-Sadah al-Athar, hlm. 31). Seluruh Naqabah al-Asyraf baik di Irak hingga internasional pun menggunakan sumber-sumber kitab nasab yang mengakui dan menjunjung nasab Ba’alawi. Ini justru bukti bahwa Nuqaba’ Irak maupun internasional mengakui nasab Ba’alawi.
Adapun argumentasi Tubagus Nurfadhil bahwa ada persaksian seorang Naqib Irak bahwa Sayyid Ahmad bin Isa tidak pernah pergi ke Hadramaut dan makamnya berada di kota Mu’tabarah Irak itu adalah informasi yang tidak jelas. Siapa nama Naqibnya tidak jelas, kota Mu’tabarah dimana juga tidak jelas. Terlebih informasi ini jelas bertentangan dengan keterangan kitab-kitab sejarah yang ditulis oleh para ahli nasab. Perhatikan saja tulisan Syaikh Murtadla al-Zabidi dalam kitab beliau ini:

هاجر الشريف أحمد بن عيسى النقيب من المدينة إلى البصرة في العشر الثانية من القرن الرابع الهجري وخرج منها هو وولد عبد الله إلى المشرق وألقى عصا التسيار باليمن واستقر بحضرموت (الروض الجلي في نسب بني علوي، ص 141)

Ketiga, menggunakan tes DNA untuk menyangkal nasab Bani Alawi juga merupakan kesimpulan yang tergesa-gesa karena teori ini pun masih diperdebatkan akurasinya bahkan di kalangan ilmuan genetika sendiri. Dari berbagai tulisan ilmiah bahkan dari situs jewishdna.net sendiri disebutkan bahwa etnis Yahudi sendiri gen asal atau Hoplagroup-nya beragam baik E, G, J, R, Q, T, bahkan sampai B dan C. Keragaman gen asal ini disebabkan diantaranya karena percampuran ras karena pernikahan silang dan sebagainya. Ini jelas menyangkal teori keseragaman gen asal (Hoplagroup) dalam sebuah komunitas. Jika demikian maka gen keluarga nabi pun bisa jadi ikut beragam sebagaimana yang ditunjukkan oleh hasil penelitian yang ada, dan hanya karena dua golongan memiliki kesamaan gen asal belum tentu menjadikannya sebagai satu keluarga.

Karena itu, lembaga-lembaga penelitian DNA Yahudi seperti yang dijadikan referensi oleh Nurfadhil diatas pun secara gamblang memberi peringatan (disclaimer) bahwa “Tidak ada dalam DNA Anda yang dapat memberi tahu Anda apakah Anda termasuk orang Yahudi, atau lainnya. Satu-satunya cara untuk membuktikan keturunan Yahudi adalah dengan menghubungkan silsilah keluarga Anda dengan leluhur yang secara historis dikonfirmasi sebagai Yahudi”.

Dalam keterangan kitab-kitab Fiqh, ilhaqun nasab (mempertemukan nasab) dilakukan dengan jalan pernikahan, pengakuan nasab, pembuktian lewat persaksian, dan pencarian lewat seorang ahli nasab (qaif). Jika hal-hal ini tidak ditemukan, maka bisa menggunakan media tes medis seperti tes darah dan tes DNA di zaman modern sekarang dengan catatan hasilnya harus akurat. Jika tidak maka tidak bisa dijadikan acuan dan harus kembali kepada ahli nasab atau menunggu sampai besar. Imam Nawawi dalam al-Majmu’ menerangkan:

وان اشتركا في وطئها في طهر فأتت بولد يمكن أن يكون منهما لحق الزوج لان الولد للفراش وقد أمكن كونه منه وان ادعى الزوج أنه من الواطئ فقال بعض أهل العلم: يعرض على القافة معهما فيلحق بمن ألحقته منهما، فإن ألحقته بالزوج لحق ولم يملك نفيه باللعان، وهو أصح الروايتين عن أحمد رضى الله عنه ولنا أنه يمكن الاستعانة بالطب الشرعي في تحليل فصائل دم كل من الرجلين والام فإن تشابهت فصائل الدم عندهما أخذ بالقافة وان اختلفت فإن كان أحدهما (ا) والآخر (ب) والام (و) فإن جاء الولد (و) رجعنا إلى القافة وان جاء (ا) كان لمن فصيلته (ا) وان جاء (ب) كان كذلك، وان جاء (اب) رجعنا إلى القافة، ويحتمل أن يلحق الزوج لان الفراش دلالته أقوى فهو مرجح لاحد الاحتمالين فيلحق بالزوج، ويمكن أن يلحق بهما ولم يملك الواطئ نفيه عن نفسه، وللزوج أن ينفيه باللعان. وهذا احدى الروايتين عن أحمد (رض) وان لم توجد القافة أو أنكر الواطئ الوطئ أو اشتبه على الطب الشرعي أو القافة ترك إلى أن يكبر إلى وقت الانتساب فإن انتسب إلى الزوج والا نفاه باللعان. (المجموع شرح المهذب، ج 7 ص 410)

Melihat bahwa penentuan nasab Ba’alawi lewat tes DNA akurasinya masih dipertanyakan karena begitu banyaknya variasi gen asal seperti keterangan diatas, maka hasil tes DNA tersebut secara Fiqh tidak bisa dijadikan acuan. Justru pengakuan nasab Ba’alawi para ahli nasab dari kalangan Nuqaba al-Asyraf dari zaman dulu hingga sekarang yang begitu mudah ditemukan di kitab-kitab ulama salaf justru menunjukkan bahwa nasab Ba’alawi yang ada sekarang sudah benar adanya.

Khatimah
Nasab para habaib di Indonesia merupakan hal yang sudah final karena sudah diterima dan diakui dari dulu oleh para ulama dan kiai-kiai sepuh sehingga tidak perlu diperdebatkan lagi. Orang-orang yang getol menolak nasab habaib sejatinya adalah orang yang tidak mau menerima kebenaran, tidak punya adab pada para ulama Ahlussunnah dan kiai-kiai sepuh, dan di belakangnya ada agenda lain yang akibatnya jelas ingin mengadu domba antara kaum pribumi dengan kaum habaib. Ini harus dilawan secara serius karena menyangkut masa depan generasi penerus Ahlussunnah wal Jama’ah supaya mereka terjaga dari paham Syi’ah, liberal, dan komunis. Semoga tulisan ini dapat berkontribusi dalam membela akidah Ahlussunnah wal Jama’ah dan membela marwah dzuriyah Rasulullah ShallaLlahu ‘alaihi wa Sallama.

Terakhir, kami memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala semoga umat Islam khususnya di Indonesia selalu dijaga akidah dan amaliyahnya dari penyesatan-penyesatan yang dilontarkan terus-menerus oleh kelompok-kelompok yang ingin menghilangkan ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah, dan semoga gerakan dan rencana mereka digagalkan dan dihancurkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Amin Ya Rabbal ‘alamin. WaLlahu A’lam bi al-shawab.(*)

Alumni Ribath Darusshohihain PP Al-Anwar
Karangmangu Sarang Rembang