ADA APA DIBALIK BULAN SYA’BAN ??
Disaat para santri DH menunggu kedatangan Syaikh M. Najih Maimoen untuk mengimami sholat maghrib, tiba-tiba beliau tidak langsung menuju tempat imam, tapi justru masuk terlebih dahulu ke dalam kantor DH. Sudah menjadi kebiaasan beliau melihat buku-buku dan kitab-kitab yang tertata rapi di lemari kantor. Pandangan beliau tertuju kepada satu kitab berwarna biru yang berada diatas lemari, ternyata kitab tersebut berjudul ماذا في شعبان, karya Sang Guru besar, Abuya as-Sayyid Muhammad Alawi al-Maliki.
Seketika itu, beliau berkeinginan membaca kitab tersebut untuk mengisi liburan sya’ban di Ribath Darusshohihain. Ringkas cerita, pengajian pun dimulai setelah jama’ah maghrib sampai jam 10 Malam dengan rehat setengah jam.
Ternyata, sungguh sangat menakjubkan isi kandung kitab tersebut. Bagaimana tidak?! hadits-hadits perihal keutamaan bulan sya’ban ditutur lengkap dengan variasi sanadnya beserta komentar para ulama salaf. Kemudian dari hadits-hadits tersebut, dikupaslah beberapa hikmah sejarah, kajian ilmiah, dan kesimpulan yang menjawab secara ilmiah terhadap semua tuduhan keji Wahhabi -spt takfir, tadlil, tabdi’ dll- yang diarahkan kepada kaum Sunni (orang-orang yang memuliakan bulan sya’ban).
Argumentasi tak terbantahkan Abuya As-Sayyid Muhammad Alawi al-Maliki, seperti diuraikan guru kami, Syaikh M. Najih Maimoen:
“Sebenarnya merayakan Maulid, mengenang Hijrah, memperingati Isyra’ Mi’raj dan memuliakan bulan sya’ban semata-mata mengajak akal sehat, hati nurani dan emosional umat manusia agar senantiasa bernostalgia dan memiliki ikatan kuat dengan semua fakta sejarah nabawiyah yang terjadi pada waktu atau tempat tertentu.”
“Sungguh, dalam benak pikiran tidak terbesit sedikitpun tujuan memuliakan, mengagungkan atau bahkan meyakini kesakralan dzatiyah waktu/ tempat tersebut (dan yang demikian ini termasuk ajarn kufur). Akan tetapi, pokok tujuannya adalah mengagungkan Allah SWT yg menciptakan waktu/ tempat, dan memuliakan seorang paling mulia yang menjadi aktor utama dalam waktu/ tempat, yakni Nabi Muhammad SAW.”
“IRONIS SEKALI, MEREKA -WAHHABI YANG BERKEPALA BATU- HANYA MEMANDANG NAFSIAH SEJARAH, AKAN TETAPI TIDAK MAMPU MEMAHAMI DAN MENGHAYATI PERAN SANG AKTOR UTAMANYA”. SYAIKH M. NAJIH MAIMOEN MEMBERIKAN ANALOGI KONGKRIT “WAHHABI ITU BERAGAMA ISLAM, TAPI TIDAK KENAL DENGAN NABI YANG MEMBAWANYA”.
“JUSTRU DEMIKIAN INILAH **BID’AH** YANG SEBENARNYA”
Demikianlah keterangan yang disaring oleh penulis. Jika ada kesalahan, silahkan ditashih sendiri.
Oleh: B@h!r